it's Magic yeahh

IP

Fire work

Mine

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Minggu, Maret 20, 2011

House-Sejarah : Nih Gan nama-nama pesamurai jepang jaman sulu

pasti kalian udah tau nih nama-nama pesamurai ini
nama mereka terpampang di permainan yang namanya samurai warrior
ternyata karakter itu bener ada loh
liat aja nih

Talking Hattori Hanzo

Hattori Hanzo (1542 - 3 desember 1596). dikenal juga dengan nama Hattori Masanari, anak dari Hattori Yasunaga, salah satu ninja terkenal pemimpin dari klan Iga. Hanzo melayani Tokugawa Ieyashu dan lebih dikenal dengan nama Oni-Hanzo karena kekejamannya yang diperlihatkan pada setiap pertempurannya.

Hanzo lahir di daerah mikawa, dia sering pulang ke kampung Iga. dia adalah pemain pedang yang sangat handal dan seorang pengatur strategi yang baik juga. dia juga paling sering berlatih martial art yang dipelajarinya di daerah cina.

Hanzo meninggal pada tahun 1596 pada umur 55 tahun karena sebab2 alami. penerusnya dalah anaknya yang bernama Masanari yang menjadi penjaga keamanan istana Edo.

Gambar Hattori Hanzo

 
 
 
 
Talking Fuma Kotaro

Fuma Kotaro, also known as Kazama
(c. 1550 – c. 1610)

Lahir di provinsi Sagami, banyak kejadian sejarah yang tidak mencatat tentang ninja ini. bagaimana aktifitasnya dan apa saja yang telah dilakukan bagai menghilang. Dia adalah keturunan kelima dari pemimpin klan Fuma yang bekerja untuk klan Hojo. di tahun 1570an Kotaro dikirim untuk membunuh Takeda Shingen, tetapi banyak cara yang telah dilakukan oleh kotaro dan ternyata gagal. Tapi ada satu kejadian di tahun 1573 dia hampir membunuh Takeda ketika Takeda melakukan penyerangan ke markas musuh.

Pada bulan maret 1581, benteng Hojo diserang oleh pasukan Takeda Katsuyori, dia membangun benteng / markas di gunung yang berlawanan arah dengan benteng Hojo. Kotaro dan beberapa ninjanya melakukan taktik berupa serangan malam dengan beberapa orang dan berusaha memancing agar lawan menyerang. tapi taktik ini akhirnya memberikan kemenangan pada kubu klan Hojo karena Kotaro dan ninjanya melakukan serangan malam yang merusak dan menghancurkan mental pasukan lawan. Mereka membunuh banyak paasukan lawan dan membunuh secara brutal sehingga menyebabkan pasukan lawan harus berjaga tiap malam dan siang. Hal ini menyebabkan kekuatan pasukan lawan menurun dan menyebabkan ketakutan berlebihan di kalangan pasukan Takeda Katsuyori. Setelah beberapa dekade klan ninja fuma hanya menjadi sekelompok bajak laut / sekelompok bandit yang meresahkan masyarakat. Di tahun 1596 Ieyashu Tokugawa memerintahkan Hattori Hanzo untuk membekuk kelompok ninja tersebut. Hattori membangun kapal yang besar dengan perlengkapan dan meriam besar. Dia tahu kalau klan Fuma berlayar dengan menggunakan beberapa kapal2 kecil dan sebuah kapal selam kecil bernama Funakainin. Ketika kapal telah selesai dibuat Hattori dan krunya berlayar ke Selat Sou untuk mencari klan Fuma. Disana mereka menemukan markas lawan dengan beberapa kapal kecil berderet tanpa pasukan. Hattori akhirnya menembakan meriam dan menghancurkan beberapa kapal lawan. Melihat kapal lawan yang mengalami kerusakan dan berusaha melarikan diri Hattori memerintahkan kru kapal untuk mengejarnya, mereka akhirnya mengejar sampai ke sungai kecil. Ternyata ini adalah sebuah jebakan dari klan fuma untuk memancing kapal lawan ke sungai kecil dan menyerang mereka. Kotaro memerintahkan pasukannya untuk menembakkan panah api ke kapal Hattori. Karena kapal yang mulai terbakar Hattori memerintahkan krunya untuk melompat ke sungai, tetapi mereka menolak. Akhirnya Hattori memerintahkan krunya untuk melemparkan mesiu ke sungai. Hal ini sia2 karena Kotaro telah memerintahkan pasukannnya untuk melemparkan minyak ke sungai dan mulai membakarnya. Hatori dan krunya akhirnya mati di kapalnya karena terbakar. Rahasia keberhasilan ini karena adanya kapal selam kecil yang dapat menyusup ke kapal lawan dan menyulut api dari dalam

Fuma Kotaro kemudian menghilang dalam kabut sejarah tanpa ada penulisan sejarah mengenai keberadaan dan kematiannya. 
 
Talking Sanada Yukimura

Sanada Yukimura

* Born: 1567
* Died: 1615
* Real name: (Sanada Nobushige)[1]
* Popular name: (Sanada Yukimura)
* Other names: (Ben-maru), (Saemon-suke)

Sanada Yukimura is probably the most famous of the Sanada clan of Shinano province. He was the second son of Sanada Masayuki and his wife (Kanshô-in ); his older brother was Nobuyuki. The Sanada had been loyal vassals of Takeda Shingen, the famed daimyo of Kai province.



In 1585 a quarrel between his father Masayuki and Hôjô Ujimasa over Numata castle came to a head, and Tokugawa Ieyasu made plans to attack the Sanada castle of Ueda. In response, Masayuki made overtures to Uesugi Kagekatsu of Echigo province and sent Yukimura as a hostage, where he was placed under the watchful eye of Uesugi general Suda Mitsuchika. A letter of from him dated 8/29 mentions Yukimura's arrival and says that in return, a force had been sent to aid the Sanada in their struggle against the Tokugawa. Ieyasu's attack on Ueda Castle ended in utter failure. Towards the end of the year Masayuki made overtures to Toyotomi Hideyoshi, guaranteeing a quick end to the quarrel with Ieyasu. Perhaps one result of submitting to Hideyoshi was that Yukimura was able to leave the Uesugi, who had also pledged allegiance to Hideyoshi.

Yukimura served under Hideyoshi and married the daughter of a senior Toyotomi retainer Ôtani Yoshitsugu. In 1594 on the orders of Hideyoshi, Yukimura, along with his father and older brother, was ordered to provide men for the construction of Fushimi castle. Yukimura was a younger son, and he had still younger brothers, but the fact that he was named along with Nobuyuki shows his importance in the clan.

In 1600, in the prelude to the Battle of Sekigahara, the Sanada clan, now allies of the Tokugawa, began their advance against the Uesugi (who had relocated to Aizu). However, on 7/17 Ishida Mitsunari orchestrated an indictment against Ieyasu on 13 charges that was endorsed by three of the bugyô regents ruling on behalf of the Hideyoshi’s heir, the child Toyotomi Hideyori. With Ieyasu effectively named an enemy of the state, Mitsunari issued an invitation to the Sanada to rethink their current support for Ieyasu and join the Western, anti-Tokugawa coalition. Faced with a complex dilemma on the eve of an all or nothing struggle between Ieyasu and Mitsunari’s coalition, Masayuki complied with Mitsunari’s wishes and immediately withdrew his forces from the field and returned to Ueda, taking Yukimura with him. He left his older son Nobuyuki with Ieyasu, presumably to make sure that the clan would survive—no matter which side, East or West, won. This was not an unusual move in Japan. (Nobuyuki's father-in-law was a close retainer of Ieyasu's and Masayuki may have guessed or known that Yukimura's father-in-law Ôtani Yoshitsugu would support Mitsunari.) When word of Masayuki’s change of allegiance reached Ieyasu, he promptly told Nobuyuki he would be given his father's land (which was of course contingent on the defeat of the Western coalition).

Now with the Masayuki and Yukimura’s position clear, Ieyasu's son Hidetada attacked the father and son at Ueda Castle (Second Siege of Ueda) on his way to Sekigahara to support his father. The siege at Ueda lasted only eight days and ended in failure for Hidetada, whose 38,000-strong army arrived too late to take part in the fighting at Sekigahara and nearly jeopardized his father’s victory.

Having won the battle of Sekigahara, Ieyasu was now master of the realm and both Masayuki and Yukimura found themselves in a precarious position for having opposed him. Luckily, Nobuyuki was able to intercede on behalf of his father and brother, so their lives were spared. However at the end of 1600, Masayuki and Yukimura were exiled to Kudoyama in Mt. Koya in Kii province. Yukimura was then 32 years old (western-style age).

A number of letters from Yukimura's time in Kudoyama exist, written to his brother or family retainers. Among other things, he said he was learning and enjoying renga, "linked poems" composed in turn in a group, though it was difficult as he had started late. His father Masayuki died in Kudoyama in 1611.

A life of leisure in exile didn’t suit Yukimura very well. In 1614 Toyotomi Hideyori started gathering ronin to support him against the upcoming attack that Ieyasu was planning, and Yukimura responded. He slipped out of Kudoyama in the tenth month and made his way to Ôsaka Castle, where he became one of Hideyori’s top commanders. It is here at Osaka castle that Yukimura’s exploits earned him a place in Japanese history as one of the most daring and endearing figures of the late-Sengoku Period. 
 
 
Talking Honda Tadakatsu

Honda Tadakatsu (1548-1610) adalah samurai dimasa perang saudara Jepang/ periode Sengoku yang mengabdi pada Tokugawa Ieyasu sejak memulai karirnya dari awal hingga menjadi Shogun yang mempersatukan Jepang. Namanya mulai dikenal sejak Pertempuran Anegawa (1570) dimana pasukan gabungan Tokugawa dan Oda Nobunaga mengalahkan pasukan klan Azai dan Asakura.



Dalam Pertempuran Mikatagahara(1572), bersama Okubo Tadayo dia berhadapan dengan pasukan klan Takeda. Honda memimpin sayap kiri pasukan Tokugawa dan bertempur melawan pasukan Takeda yang dikomandani Naito Masatoyo. Dalam pertempuran itu pasukan Tokugawa kalah, namun dapat meloloskan diri dari kehancuran tragis berkat kepemimpinannya.

Tiga tahun kemudian, dia memimpin pasukan senapan dalam Pertempuran Nagashino (1575). Disinilah dendam atas kekalahannya dulu terbalaskan, pasukan Takeda dibawah pimpinan Takeda Katsuyori kehilangan lebih dari 10.000 pasukannya dan Katsuyori sendiri melarikan diri.

Keperkasaannya di medan perang dibuktikannya sekali lagi dalam Pertempuran Komaki-Nagakute dimana pasukan Tokugawa berhadapan dengan pasukan Toyotomi Hideyoshi. Saat itu Tokugawa kalah dan terpaksa melarikan diri dari kejaran Hideyoshi. Hanya dengan beberapa prajutitnya, Honda bersama Ishikawa Yasumichi menghadang pasukan pengejar yang jumlahnya jauh lebih besar (sekitar 1 banding 50) di sekitar Sungai Shonai. Hideyoshi takjub melihat keberanian dan keperkasaannya sehingga dia memerintahkan pasukannya agar jangan mencelakainya. Tahun 1586, dia mengawal Tokugawa ke Kyoto dan dianugerahi gelar Nakatsukasa-taiyu.

Tahun 1590, setelah Tokugawa dan Hideyoshi berdamai, dia turut berpartisipasi dalam pengepungan Kastil Odawara menundukkan klan Hojo. Selanjutnya dia juga ikut dalam invasi Hideyoshi menaklukkan Korea.

Setelah Hideyoshi mangkat, dia turut berperang dalam Pertempuran Sekigahara (1600), pertempuran besar yang paling menentukan dalam sejarah Jepang melawan keturunan Hideyoshi dan daimyo-daimyo yang pro padanya. Atas jasanya itu, Tokugawa menganugerahinya daerah yang subur dan luas di Izu (Kuwana). Honda wafat pada tahun 1610, dia dianggap sebagai salah satu jendral Tokugawa yang paling setia dan paling perkasa, bahkan konon kabarnya dia tidak pernah terluka serius sekalipun dalam setiap pertempurannya. Dalam medan perang dia dapat dikenali dari helmnya yang berhiaskan tanduk rusa. Pelayanannya pada Tokugawa diteruskan oleh anak-anaknya Tadamasa (1575-1638) dan Tadatomo (1582-1615) yang keduanya juga berjasa dalam pertempuran berikutnya, yaitu Pertempuran Osaka (1614 dan 1615). 
 
Talking Asai Nagamasa

Asai Nagamasa

* Born: 1545
* Died: 1573
* Titles: Bizen no kami

Nagamasa was born at Odani Castle and was the son of Asai Hisamasa (1524-1573), the 2nd daimyô of the Asai family. According to the Asai Sandai-ki, Hisamasa, unlike his father Sukemasa (1495-1546) was a less then capable leader and lost a number of castles to the Asai's erstwhile overlords, the Rokkaku. When Fûto fell in 1560, Hisamasa was on the verge of submitting to the Rokkaku. When Nagamasa came of age, he was given the name Yoshimasa, the 'Yoshi-' coming from Rokkaku Yoshikata. He was sent to marry a girl from the Rokkaku clan but balked at the arrangement and returned to Odani. By this time, the Asai retainers had decided to remove Hisamasa and compelled him to step down in favor of Nagamasa. Hisamasa acquiesced to the elevation of his 15 year-old son and afterwards lived quietly in Odani.



He quickly proved himself a capable leader despite his young age and recaptured Fûto Castle in 1561 and soundly defeated a Rokkaku army at the Battle of Norada. After this success, his retainers are said to have commented that the young Nagamasa was his grandfather reincarnated. Perhaps to mark the occasion, he changed his name to Nagamasa, by which he is best known. He next attacked into Mino and clashed with the Saitô. The Rokkaku took advantage of Nagamasa's preoccupation to lay siege to his Sawayama Castle in Ômi, which he saved by promptly dispatching Isono Kazumasa with a relief force. Following a territorial dispute with Oda Nobunaga over Mino province, an alliance was arranged between the two warlords and sealed with the marriage of Nobunaga's sister Oichi (formerly Shibata Katsuie's wife) to Nagamasa (1564).

In 1570 Nobunaga, now master of Kyoto, made war against the Asakura of Echizen. Though related to Oda by marriage, Nagamasa was bound by a much longer standing pact of friendship with the Asakura. He consulted his retainer band and almost all of his most important followers advised going to the Asakura's aid. Among the few dissenters was Endo Naotsune, a capable soldier who had earlier opposed allying with Nobunaga and was destined to die in the upcoming battle at Anegawa. Nagamasa declared war on Nobunaga and threatened the Oda army from the rear even as it drove into the Asakura lands. Nobunaga, assisted by Tokugawa Ieyasu, was able to withdraw more or less without serious loss, but bore Nagamasa a bitter grudge afterwards. Nobunaga and Ieyasu took an army to reduce Odani in the summer of 1570, prompting Asakura Yoshikage to send an army to Nagamasa's aid. The Asai and Asakura lost the resulting Battle of Anegawa (July 1570), a contest in which the Asai lost Endo Naotsune and hundreds of soldiers. Nagamasa and his Asakura allies replied later that same year with a victory near Otsu that cost Nobunaga a younger brother.

Nagamasa found himself part of a loose anti-Oda confederation that included the unlikely alliance of Asai, Asakura, Rokkaku, and Enryakuji monks, possibly in cooperation with the shôgun Ashikaga Yoshiaki. Further attempts by Nobunaga to bring down Odani in 1571 and 1572 were either thwarted by the appearance of the Asakura army or crises elsewhere. Unfortunately, the death of Nobunaga's most formidable enemy, Takeda Shingen, meant that the full attentions of the Oda could be leveled on Ômi and Echizen. In 1573, Nobunaga laid siege to Sawayama Castle, which was held by Isono Kazumasa. Kazumasa managed to hold out for months but in the end was compelled to surrender. Nagamasa responded by putting Kazumasa's elderly mother, a hostage at Odani, to death. Nobunaga turned against Odani once again, drawing out the Asakura army, which was ambushed and routed before it could reach Nagamasa. Now isolated and seeing the end had come, Nagamasa returned O-ichi and his three daughters to Nobunaga, and committed seppuku. Nagamasa's son and only hier, Manpukumaru, was not allowed to live, and was put to the sword Nobunaga.

The Asai's army was considered an effective force and, in fact, at Anegawa, it came very close to defeating Nobunaga's larger force. The Asai relied on the support of their retainer clans, which included the Isono, Atsuji, Shinjo, Akao, Amemori, and Imai, and in total could muster some 10,000 men for battle. These troops were equipped with a somewhat higher number of rifles then one might find in a clan of the Asai's means since, during the 1560's, they and the Asakura collaborated on a gun-making workshop at Kunimoto (Ômi).

One of Asai's daughters would eventually become Toyotomi Hideyoshi's mistress (the famous Yodo-gimi) and would produce the unfortunate Toyotomi Hideyori, with whom she would die at Osaka Castle (1615). Ironically, another ended up married to Tokugawa Hidetada and was the mother of the 3rd Tokugawa shogun: Iemitsu. 
 
Talking Oda Nobunaga

Oda Nobunaga (23 Juni 1534 - 21 Juni 1582) adalah seorang daimyo Jepang yang hidup dari zaman zaman Sengoku hingga zaman Azuchi-Momoyama.



Lahir sebagai pewaris Oda Nobuhide, Nobunaga harus bersaing memperebutkan hak menjadi kepala klan dengan adik kandungnya Oda Nobuyuki. Setelah menang dalam pertempuran melawan klan Imagawa dan klan Saito, Nobunaga menjadi pengikut Ashikaga Yoshiaki dan diangkat sebagai pejabat di Kyoto. Kekuatan penentang Nobunaga seperti klan Takeda, klan Asakura, pendukung kuil Enryakuji, dan kuil Ishiyama Honganji dapat ditaklukkan berkat bantuan Ashikaga Yoshiaki. Nobunaga menjalankan kebijakan pasar bebas (rakuichi rakuza) dann melakukan survei wilayah. Nobunaga diserang pengikutnya yang bernama Akechi Mitsuhide sehingga terpaksa melakukan bunuh diri dalam Insiden Honnōji.

Nobunaga dikenal dengan kebijakan yang dianggap kontroversial seperti penolakan kekuasaan oleh klan yang sudah mapan, dan pengangkatan pengikut dari keluarga yang asal-usul keturunannya tidak jelas. Nobunaga berhasil memenangkan banyak pertempuran di zaman Sengoku berkat penggunaan senjata api model baru. Selain itu, ia ditakuti akibat tindakannya yang sering dinilai kejam, seperti perintah membakar semua penentang yang terkepung di kuil Enryakuji, sehingga Nobunaga mendapat julukan raja iblis.

Kepribadian


Nobunaga menggemari barang-barang yang berasal dari Barat. Pada tahun 1581, Nobunaga pernah menyelenggarakan parade pasukan kavaleri dengan mengundang Kaisar Ōgimachi. Pada waktu itu, Nobunaga hadir mengenakan mantel dari kain beludru dan topi gaya Barat.

Pada masa tuanya, Nobunaga dikabarkan selalu mengenakan baju zirah ala Barat sewaktu tampil dalam pertempuran. Nobunaga sangat tertarik pada pelayan berkulit hitam dari misionaris Yesuit bernama Alessandro Valignano. Nobunaga lalu menjadikan pelayan berkulit hitam yang diberi nama Yasuke sebagai penasehat pribadi.

Nobunaga konon bisa segera mengerti kegunaan dari barang-barang yang dihadiahkan misionaris Yesuit seperti bola dunia, jam, dan peta. Pada waktu itu orang Jepang masih belum mengetahui bumi itu bulat. Para pengikut Nobunaga walaupun sudah dijelaskan berkali-kali tidak juga paham, tapi Nobunaga kabarnya bisa langsung mengerti dan menganggapnya sebagai sesuatu yang masuk akal.

Nobunaga dikenal mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Nobunaga sudah menggunakan senapan model Arquebus ketika senapan masih merupakan barang yang tidak umum. Nobunaga terkenal dengan tindakan yang sering dinilai kejam, tapi misionaris Portugis bernama Luis Frois menganggap Nobunaga sebagai orang biasa-biasa saja.

Nobunaga kabarnya begitu tampan sewaktu masih remaja sehingga sering disangka sebagai wanita. Nobunaga juga punya selera fedofilia seperti lazimnya samurai zaman Sengoku. Nobunaga punya hubungan khusus dengan banyak bocah laki-laki seperti Maeda Toshiie, Hori Hidemasa, dan Mori Ranmaru. Tokoh terkemuka seperti Maeda Toshiie dan Hori Hidemasa sewaktu kecil adalah peliharaan Nobunaga, sedangkan Mori Ranmaru adalah anak laki-laki peliharaan Nobunaga yang terakhir. Nobunaga adalah pemimpin yang sangat berkuasa, tapi dibandingkan dengan besarnya kekuasaan Nobunaga, jumlah istri yang dimiliki sangat sedikit walaupun dikaruniai banyak keturunan.

Nobunaga benci dengan seni pertunjukan Noh tapi menyenangi Igo dan seni menyanyi dan menari yang disebut Kōwakamai. Salah satu lagu Kōwakamai yang digemari Nobunaga berjudul Atsumori, terutama lirik yang berbunyi "Ningen gojunen, keten no uchi o kurabureba, mugen no gotoku nari, Hitotabi sei o uke, messenu mono no aribeki ka" , "Ningen gojunen, keten no uchi o kurabureba, mugen no gotoku nari, Hitotabi sei o uke, messenu mono no aribeki ka"? "Umur manusia hanya lima puluh tahun, Di dunia fana ini, Hidup ini seperti mimpi, Sekali dilahirkan, Adakah orang yang tidak mati). Nobunaga dikabarkan sangat sering menyanyikan lagu ini sambil menari, mungkin karena liriknya mengena di hati atau mungkin juga cocok dengan prinsip hidupnya. Nobunaga sangat menggemari sumo sehingga sering sekali menggelar pertandingan sumo yang dihadiri kaisar dan kalangan atas istana. Nobunaga menyenangi seni bela diri dan beraneka macam olah raga, seperti berenang, berburu memakai burung rajawali, menunggang kuda dan seni memanah kyūdo.

Lukisan potret

Lukisan potret Nobunaga disimpan di kuil Chōkōji, kota Toyota, Prefektur Aichi.[1] Lukisan potret Nobunaga oleh pelukis Eropa yang disimpan di gudang kuil Sampoji, kota Tendo, Prefektur Fukui ikut habis terbakar akibat serangan udara dalam Perang Dunia II, padahal dalam lukisan potret tersebut Nobunaga digambarkan sangat mirip dengan aslinya.

Talking Uesugi Kenshin

Uesugi Kenshin (18 Februari 1530 atau 21 Januari tahun ke-3 era Kyōroku - 19 April 1578 atau 13 Maret tahun ke-6 era Tenshō) adalah daimyo zaman Sengoku dari provinsi Echigo.



Uesugi Kenshin menggunakan beberapa nama sepanjang hidupnya. Nama aslinya adalah Nagao Kagetora. Nama resmi sewaktu masih menggunakan nama keluarga Nagao adalah Taira no Kagetora, dan nama resmi yang dipakai sewaktu menggunakan nama keluarga Uesugi adalah Fujiwara no Masatora, sedangkan Fujiwara no Terutora adalah nama resmi yang dipakai sebelum menggunakan nama Uesugi Kenshin.

Lahir dari klan Nagao yang secara turun temurun menjabat shugo di provinsi Echigo. Kenshin menerima marga Uesugi dari ayah angkatnya yang bernama Uesugi Norimasa dan mewariskan jabatan Kantō kanrei (penguasa wilayah Kanto). Pada masa pemerintahannya, Echigo mengalami masa perang dan masa damai yang berulang-ulang akibat pertikaian berkelanjutan Uesugi Kenshin dengan Takeda Shingen dan Hōjō Ujiyasu.

Uesugi Kenshin dijuluki sebagai Harimau dari Echigo atau Naga dari Echigo karena keahliannya dalam seni berperang. Kenshin sendiri menyebut dirinya perwujudan dewa perang Bishamonten. Takeda Shingen yang mempunyai julukan Harimau dari Kai merupakan musuh besarnya. Di dalam pemerintahan Keshogunan Moromachi, Uesugi Kenshin merupakan pejabat Kantō kanrei yang terakhir.

Penguasa Echigo

Lahir tanggal 21 Januari tahun ke-3 era Kyōroku (1530) di Istana Kasugayama dari ayah bernama Nagao Tamekage yang menjabat shugodai provinsi Echigo. Setelah sang ayah wafat karena sakit di tahun 1536 dan jabatan katoku (kepala keluarga) diteruskan oleh kakak Kenshin yang bernama Nagao Harukage, Kenshin terpaksa mondok di kuil Risenji untuk belajar agama Buddha di bawah bimbingan pendeta Tenshitsu Kōiku.

Di sekitar tahun 1543 setelah diresmikan menjadi orang dewasa, Kenshin menyebut dirinya sebagai Nagao Kagetora dan menjadi penguasa Istana Tochio. Sementara itu, perang saudara terjadi di Echigo akibat kontroversi pengangkatan anak dari Date Tanemune oleh pejabat shugo yang bernama Uesugi Sadazane. Nagao Kagetora yang baru saja diresmikan sebagai orang dewasa terpaksa tampil untuk pertama kali dalam pertempuran karena sang kakak (Nagao Harukage) sakit-sakitan dan tidak dapat menumpas pemberontakan yang didalangi kalangan bangsawan di Echigo.

Pada tahun 1564, penguasa Istana Kurotaki yang bernama Kuroda Hidetada memimpin pemberontakan melawan klan Nagao. Kagetora menerima perintah dari Uesugi Sadazane untuk memimpin pasukan sebagai pengganti sang kakak Nagao Harukage. Pasukan Nagao yang dipimpin oleh Kagetora akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Kuroda.

Pada tahun 1548 berkat jasa Uesugi Sadazane sebagai penengah, Nagao Harukage mengundurkan diri setelah menyerahkan jabatan kepala keluarga (katoku) kepada Nagao Kagetora yang saat itu berusia 19 tahun. Kagetora kemudian memasuki Istana Kasugayama dan menjabat shugodai provinsi Echigo. Dua tahun kemudian di tahun 1550, Sadazane wafat dengan tidak dikaruniai keturunan sehingga Kagetora berhasil menjadi penguasa provinsi Echigo.

Uesugi Kenshin adalah wanita

Uesugi Kenshin senang memakai baju merah menyala yang hanya dipakai wanita. Selain itu, sebab kematian Uesugi Kenshin adalah penyakit kandungan. Dalam surat yang ditulis Kenshin kepada Ratu Spanyol, Kenshin juga menyebut dirinya sebagai "Bibi dari Kagekatsu", sehingga banyak orang yang berspekulasi bahwa Uesugi Kenshin adalah seorang wanita. 
 
Talking Takeda Shingen

Takeda Shingen (December 1, 1521 – May 13, 1573) of Shinano and Kai Provinces, was a preeminent daimyo or feudal lord with military prestige who sought for the control of Japan in the late stage of Sengoku or "warring states" period.



Takeda Shingen was born Takeda Tarō (Katsuchiyo), but was later given the formal name of Takeda Harunobu. This name change was authorised by Ashikaga Yoshiharu, the 12th Ashikaga Shogun.[citation needed]

In 1559, his name was changed again (this time by his own will) to the well-known Takeda Shingen. Shin is the contemporary Chinese pronunciation of the character nobu, which means "believe"; gen means "black", the color of intelligence and truth in Buddhism.

Shingen is sometimes referred to as "The Tiger of Kai" for his martial prowess on the battlefield. His primary rival, Uesugi Kenshin, was often called "The Dragon of Echigo" or also "The Tiger of Echigo Province". In Chinese mythology, the dragon and the tiger have always been bitter rivals who try to defeat one another, but they always fight to a draw.

Takeda Shingen was the first born son of Takeda Nobutora, leader of the Takeda clan, and daimyo of the province of Kai. He had been an accomplished poet in his youth. He assisted his father with the older relatives and vassals of the Takeda family, and became quite a valuable addition to the clan at a fairly young age. But at some point in his life after his "coming of age" ceremony, the young man decided to rebel against his father.

He finally succeeded at the age of 21, successfully taking control of the clan. Events regarding this change of leadership are not entirely clear, but it is thought that his father had planned to name the second son, Takeda Nobushige, as his heir instead of Shingen. The end result for the father was a miserable retirement that was forced upon him by his son and his supporters: he was sent to Suruga Province (on the southern border of Kai) to be kept in custody under the scrutiny of the Imagawa clan, led by Imagawa Yoshimoto, the daimyo of Suruga. For their help in this bloodless coup, an alliance was formed between the Imagawa and the Takeda clans.

When Takeda Shingen was 49 years old, he was the only daimyo with the necessary power and tactical skill to stop Oda Nobunaga's rush to rule Japan. He engaged Tokugawa Ieyasu's forces in 1572 and captured Futamata, and then stepped forward once again in January at the battle of Mikatagahara. At Mikata-ga-hara, Takeda Shingen defeated a small combined army of Nobunaga and Ieyasu, but the victory was not decisive. After defeating Tokugawa Ieyasu, Shingen actually checked his forward momentum for a small time due to outside influences, which allowed Tokugawa to get ready for battle again. He entered Mikawa Province but soon died of illness in camp.He was buried at Erin-ji in what is now Kōshū, Yamanashi. 
 
Akechi Mitsuhide
* Lahir: 1528* Meninggal: 1582* Judul: Hyuga Kami tidak, tidak ada Jubyoe Jo* Nama Lain: Koretô Mitsuhide
Oda pengikut dan penghancur Oda Nobunaga. Anak Akechi Mitsukuni (yang telah mengadakan benteng Akechi di timur provinsi Mino), Mitsuhide pertama melayani Saito dari Mino dan kemudian seorang Asakura tertentu Ujikage dari Echizen. Pada 1566 Mitsuhide dianggap telah bertindak sebagai utusan untuk 'shogun mengembara' Yoshiaki, dan selanjutnya melayani Nobunaga. Mitsuhide membuktikan dirinya seorang jenderal mampu dan pada tahun 1571 dianugerahi Sakamoto-jo dan dua kabupaten di provinsi Omi. Ketika Nobunaga pergi berperang dengan klan Mori, Mitsuhide ditugaskan untuk memimpin Oda kontingen yang akan berbaris sepanjang pantai utara lengan Chugoku. Dia menginvasi Tamba, di mana ia menaklukkan Hatano, dan Tango, di mana dia bentrok dengan keluarga Isshiki.


Konflik dengan Nobunaga
Pada tahun 1578 insiden disayangkan adalah dikatakan telah terjadi melibatkan klan Hatano Tamba. Bersemangat untuk membawa mereka lebih tanpa penundaan lebih lanjut, Mitsuhide berhasil meyakinkan Hatano Hideharu untuk mengirimkan. Sayangnya, Nobunaga kemudian membatalkan janji Mitsuhide pengobatan yang aman dan telah Hideharu dilaksanakan pada tahun 1579. The Hatano menjawab, seperti yang sudah diduga, dengan menuduh Mitsuhide pengkhianatan, dan, menurut cerita, entah bagaimana mendapat Kuasai ibunya di Omi dan dieksekusi di secara mengerikan. Mitsuhide, tentu saja, membosankan Nobunaga sebagian akan sakit. Ini enflamed oleh serangkaian penghinaan publik Nobunaga diarahkan pada Mitsuhide yang menarik bahkan perhatian pengamat Barat. Meskipun demikian, Mitsuhide umumnya juga dikenal bakatnya baik di medan perang dan sebagai administrator.
Insiden Honnoji
Pada tahun 1582, Nobunaga memerintahkan pasukan Mitsuhide untuk berkumpul dan berbaris ke barat, di mana Hashiba (Toyotomi) Hideyoshi terlibat dalam perjuangan dengan Mori. Sebaliknya, Mitsuhide berbaris pada Oda, yang menduduki kuil Honno pada saat itu. Nobunaga dan dia ahli waris Nobutada tewas, dan Mitsuhide menyatakan dirinya sebagai shogun baru, namun improbably. Mistuhuide mungkin telah mengisyaratkan niatnya hanya beberapa hari sebelumnya ketika ia menyusun sebuah puisi untuk Renga master Joha dan Shoshitsu bahwa, sementara seolah-olah ditulis untuk membawa keberuntungan bagi Hideyoshi Pengepungan Takamatsu, berisi garis provokatif yang bisa ditafsirkan bahwa Toki ( yang namanya ia menggunakan dari waktu ke waktu) akan memerintah Jepang. Bagaimanapun, pembelotan tiba-tiba tertegun daerah Modal. Akechi bekerja secepat mungkin, dan menjarah Azuchi Castle sehingga untuk menghargai anak buahnya dan membuat gerakan ramah menuju istana bingung. The Akechi bisa mengklaim keturunan dari Toki, dan pada gilirannya Minamoto, namun, tidak mengejutkan, ini akan menghasilkan buah sedikit. Mitsuhide dihitung dukungan dari Hosokawa Fujitaka, dengan siapa ia berhubungan melalui perkawinan. Aliansi ini tidak panci keluar sebagai Fujitaka bijaksana memutuskan hubungan dengan perampas itu. Ada kemungkinan bahwa Mitsuhide juga mengharapkan dukungan dari Tsutsui, yang berkaitan dengan Nobunaga sudah tidak terlalu baik. Tsutsui Junkei, bagaimanapun, ragu-ragu, dan pada akhirnya bergabung dengan Toyotomi Hideyoshi. Lain kemunduran serius datang dalam hitungan hari. Mitsuhide dihitung pada Hideyoshi diikat dengan Mori dan dengan demikian tidak mampu untuk segera menanggapi kematian Nobunaga.
Yamazaki
Sayangnya, Hideyoshi belajar dari pembunuhan sebelum Mori, dan menandatangani perjanjian damai dengan klan itu. Hal ini memungkinkan dia untuk memaksa-march kembali ke timur dengan kecepatan tinggi, menangkap Mitsuhide lengah. Mitsuhide dan Hideyoshi bentrok di Yamazaki dan meskipun mantan bertempur dengan gagah berani, pasukannya dikalahkan. Mitsuhide sendiri terbunuh ketika mencoba untuk membuat jalan ke Sakamoto, yang diselenggarakan oleh keponakannya, Hidemitsu (1560-1582). Segera setelah itu, Sakamoto berkurang Hori Hidemasa (1553-1590).
Sementara Akechi akan menjadi salah satu orang paling terkenal dalam sejarah Jepang, jika hanya karena pengkhianatannya, penyebab yang tepat untuk serangan yang dramatis tentang Nobunaga, dan apa yang ia harapkan setelah ini dilakukan, kemungkinan besar akan tetap menjadi misteri.


Talking Date Masamune



Date Masamune (September 5, 1567 – June 27, 1636) was a Japanese samurai of the Azuchi-Momoyama period through early Edo period. Heir to a long line of powerful daimyo in the Tohoku region, he went on to found the modern-day city of Sendai. An outstanding tactician, he was made all the more iconic for his missing eye, for which he was often called dokuganryū, or the "one-eyed dragon."



Date Masamune was the eldest son of Date Terumune, born in Yonezawa Castle (in modern Yamagata Prefecture). At the age of 14 in 1581 Masamune led his first campaign, helping his father fight the Sōma family. In 1584, at the age of 18, Masamune succeeded his father, Terumune, who chose to retire the position of daimyo. The Date family was founded in the early Kamakura period by Isa Tomomune, who originally came from the Isa district of Hitachi Province (now Ibaraki Prefecture). The family took its name from the Date district (now Fukushima Prefecture) of Mutsu Province, which had been awarded to Isa Tomomune by Minamoto no Yoritomo, the first Kamakura shogun, for his assistance in the Minamoto-Taira War (1180–85) and in Minamoto no Yoritomo’s struggle for power with his brother, Minamoto no Yoshitsune.

Masamune is known for a few things that made him stand out from other daimyo of the time. In particular, his famous crescent-moon-bearing helmet gained him a fearsome reputation. As a child, smallpox robbed him of sight in his right eye, though it is unclear exactly how he lost the organ entirely. Some sources say he plucked out the eye himself when a senior member of the clan pointed out that an enemy could grab it in a fight. Others say that he had his trusted retainer Katakura Kojūrō gouge out the eye for him. Because of his missing eye, his own mother condemned him as being unfit to take over as clan leader and began favoring his younger brother as heir.

The Date clan had built alliances with neighboring clans with marriages over previous generations. However, there were many disputes over the lands during 15th and 16th century. Shortly after Masamune's succession, a Date retainer named Ōuchi Sadatsuna defected to the Ashina clan of the Aizu region. Masamune declared war on the Ashina for this betrayal, but his army was halted by the Ashina general Iwashiro Morikuni, who forced Masamune to retire the campaign. Masamune took control of Obama Castle after this.

With the rise of Masamune, formerly amicable relationships were cast aside as he began to attack and conquer all of the surrounding lands, even those of his kin in Mutsu and Dewa Provinces. Shocked by his ruthlessness, a neighboring family, the Hatakeyama, desperately appealed to Date Terumune to rein in his son's military campaigns. Invited to dinner by the Hatakeyama, Terumune said that he was unable to control his son. In an unheard of act of desperation, the family kidnapped Terumune and attempted to take him back with them. Masamune, who was out hunting, received word of the kidnapping. When he and his men closed in on the kidnappers as they were about to cross a river, Terumune ordered his son's men to kill their enemy all even sacrifice Terumune. Masamune's men did as they were told and killed everyone, including Terumune.Masamune continued the war and tortured and killed the families of his father's kidnappers.

After defeating the Ashina in 1589, he made Aizu domain his base of operations.

On the other hand, his relationship with his mother, Yoshihime, was getting worse and worse. Yoshihime insisted Masamune's resignation and succession of her second son, Kojiro. According to some historians, she tried to poison him one night while serving him dinner. Masamune consequently killed his own brother in order to come to power.[6] After this tragedy, his mother fled to her brother's home, the Mogami clan.[7]

In 1590, Toyotomi Hideyoshi seized Odawara Castle and compelled the Tohoku daimyos to participate in the campaign. Although Masamune refused Hideyoshi's demand at first, he had no choice since Hideyoshi was the virtual ruler of Japan. Masamune delayed, infuriating Hideyoshi. Expecting to be executed, Masamune, wearing his finest clothes and showing no fear, faced his angry overlord. Not wanting further trouble, Hideyoshi spared his life. After serving Hideyoshi for a time, he was given Iwatesawa castle and the surrounding lands as his home domain. Masamune moved there in 1591, rebuilt the castle, renamed it Iwadeyama, and encouraged the growth of a town at its base. Masamune stayed at Iwadeyama for 13 years and turned the region into a major political and economic center. He and his men served with distinction in the Korean invasions under Hideyoshi and, after Hideyoshi's death, he began to support Tokugawa Ieyasu — apparently at the advice of Katakura Kojuuruo.

Tokugawa Ieyasu awarded Masamune the lordship of the huge and profitable Sendai domain, which made Masamune one of Japan’s most powerful daimyo. Tokugawa had promised Masamune a one million koku domain, but, even after substantial improvements were made, the land only produced 640,000 koku, most of which was used to feed the Edo region. In 1604, Masamune, accompanied by 52,000 vassals and their families, moved to what was then the small fishing village of Sendai. He left his fourth son, Date Muneyasu, to rule Iwadeyama. Masamune would turn Sendai into a large and prosperous city.

Although Masamune was a patron of the arts and sympathized with the foreign cause, he also was an aggressive and ambitious daimyo. When he first took over the Date clan, he suffered a few major defeats from powerful and influential clans such as the Ashina. These defeats were arguably caused by recklessness on Masamune's part.

Being a major power figure of northern Japan, Masamune was naturally viewed with suspicion, as any potential rival would be viewed. Toyotomi Hideyoshi reduced the size of his land holdings after his tardiness in coming to the Siege of Odawara against Hōjō Ujimasa. Later in his life, Tokugawa Ieyasu increased the size of his lands again, but was constantly suspicious of Masamune and his policies. He was particularly suspicious of foreign missionaries, whom he perceived as a threat to his power. Because of this, he ordered the death of Padre Sotelo after his journey around the world. Although Tokugawa Ieyasu and other allies of the Date were always suspicious of him, Date Masamune for the most part served the Tokugawa and Toyotomi loyally. He took part in Hideyoshi's campaigns in Korea, and in the Osaka campaigns. When Tokugawa Ieyasu was on his deathbed, Masamune visited him and read him a piece of Zen poetry. Masamune was highly respected for his ethics; a still-quoted aphorism is, "Rectitude carried to excess hardens into stiffness; benevolence indulged beyond measure sinks into weakness

Berbicara Saika MagoichiSaika Magoichi, juga disebut Saiga Magoichi atau dalam rangka barat Magoichi Saiga / Saika, adalah nama yang diberikan kepada pemimpin dari Saiga Ikki yang lahir di 1535A.D (yang disebut dalam game Samurai Warriors sebagai Mercenaries Saika, meskipun boleh dibilang sebuah nama yg salah). Suzuki Sadayu dan Suzuki Shigehide adalah contoh orang-orang yang memegang gelar ini. Suzuki Shigehide mungkin lebih dikenal dari dua, yang dikenal untuk mendukung perlawanan Ikko melawan Oda Nobunaga, dan tampaknya dasar de facto untuk inkarnasi fiktif Magoichi.
Magoichi di Video Games


Dalam Onimusha 2 Saika Magoichi adalah musketeer tenang mencoba untuk melindungi desa Saiga dari pasukan Nobunaga. Ia merasa berhutang budi kepada para wanita desa karena ibunya meninggal di usia muda, sehingga perempuan membesarkannya. Dia menimbulkan keraguan antara Ankokuji Ekei dan Yagyu Jubei (sebenarnya ia adalah Jubei pertama, kakek Jubei Yagyu terkenal Mitsuyoshi, Yagyu Muneyoshi) ketika Tokichiro Kinoshita / Toyotomi Hideyoshi menuduhnya melayani Nobunaga. Ini Magoichi yang sama juga di Onimusha: Taktik, serta Onimusha: Blade Warriors. Dia juga menjabat sebagai mentor untuk Ohatsu, Oichi's / putri Oyu, dari Onimusha: Dawn of Dreams, les dia di menghunus senjata api.
Magoichi juga karakter yang dapat dimainkan di seri Samurai Warriors, memegang di kedua cicilan sebuah senapan dengan bayonet underbarrel. Magoichi adalah santai, mengenakan mantel parit dan tidak memiliki kemiripan dengan baik Suzuki maupun Suzuki Shigehide Sadayu (pada kenyataannya, dia tidak dapat Suzuki Sadayu, Suzuki adalah karakter terpisah di sekuel). Dia berjuang untuk melindungi orang-orang yang peduli kebanyakan, dan bahkan membuat keluar saingan ramah Maeda Keiji. Dia memiliki obsesi main perempuan sedikit, tetapi lebih di sepanjang baris dari Trigun Vash. Dalam jalan ceritanya, dimulai dengan Pertempuran Ise (representasi fiksi jatuhnya Nagashima), dan mengikuti kampanye anti-Nobunaga terus, satu berakhir telah dia menjadi pengembara setelah penyerahan Honganji Ishiyama (setelah bergabung dengan kampanye mereka melawan Nobunaga), sedangkan akhir yang kedua telah dia tahun kemudian menyerang Azuchi Castle dan membunuh Nobunaga.
Dalam Samurai Warriors 2, alur cerita nya direvisi untuk memiliki dia menjadi pemimpin tentara bayaran awalnya pada istilah bersahabat dengan Hashiba Hideyoshi, pertempuran pertama untuk Nobunaga di Anegawa dan kemudian menentang dia dalam tahap kemudian di Osaka Bay (dimaksudkan untuk secara singkat menyentuh pada Honganji) . Marah dengan serangan balasan di desanya (meskipun ia mampu mengurangi kerusakan) dan sementara melanggar persahabatan dengan Hideyoshi, ia bergegas ke Honno-ji di mana, di tengah kekacauan itu, dia menembak dan membunuh Nobunaga, dan bertobat Akechi Mitsuhide adalah satu untuk mengambil menyalahkan. Ironisnya cukup pada akhir Pertempuran Yamazaki (tahap terakhir) sambil berdiri di atas tubuh Mitsuhide dia terluka parah oleh tembakan acak di belakang dipecat dari rahasia, dan berakhir nya telah dia hidup cukup lama untuk terhuyung-huyung ke perkemahan sebelum runtuh dan ternyata sekarat dalam pelukan Hideyoshi. Namun, dalam Date Masamune's berakhir ia ditampilkan sebagai surviving, meskipun diatur tahun setelah Yamazaki.
KOEI, yang berada di belakang dua pertandingan, Pada seri Ambisi yang Nobunaga (dalam XI angsuran tertentu dan XII) dan di Taikou Risshiden (di V tertentu). Ia juga muncul sebagai seorang jenderal musuh di Kessen III.
Ia juga karakter yang dapat dimainkan tersembunyi di arcade Visco Games 'tembak-em-up Vasara 2, dan merupakan kakek dari Magoichi Saika perempuan dalam permainan prekuel, Vasara. Dalam kedua permainan, Magoichi menggunakan sepasang penggemar di samping serangan penembakan standar, yang cahaya pada kebakaran dan berputar di sekeliling dirinya untuk waktu yang singkat, serangan ini memiliki jangkauan yang jauh lebih pendek di Vasara 2 daripada di Vasara, namun (mungkin karena perubahan Vasara 2 dalam skala yang lebih besar dibandingkan dengan prekuel tersebut), membutuhkan Magoichi untuk mendapatkan hampir titik kosong dengan lawan untuk menimbulkan kerusakan.
Menikah dengan wanita Saika (yang 1 tahun lebih tua daripada dirinya) dari (1534 AD-1579A.D) Hampir informasi yang diketahui tentang istri Magoichi hanya bahwa dia lahir di 1534A.D. Juga, mereka menikah ketika Magoichi adalah 20 & wanita Saika adalah 21. Mereka menikah selama 25 tahun sampai Magoichi tewas dalam pertempuran. Magoichi dan istrinya memiliki hubungan sejak mereka 12. Tidak diketahui apakah mereka punya anak atau tidak. Dia juga punya adik.co_bunder2 sedang offline Balas Dengan Kutipan


Berbicara OkuniOkuni (Izumo no Okuni) (1572 -??) Adalah pendiri utama dari teater kabuki. Dia diyakini sebagai miko di Kuil Grand [rujukan?] Izumo yang memulai gaya baru tari di dasar sungai kering Kyoto.


Awal tahun
Okuni tumbuh di sekitar kuil Izumo, tempat ayahnya bekerja sebagai pandai besi, dan dimana beberapa anggota keluarga lainnya dilayani. Akhirnya Okuni bergabung sebagai miko [rujukan?], Di mana dia dikenal karena keahliannya dalam menari dan bertindak, serta kecantikannya. Sebagai itu adalah kebiasaan waktu untuk mengirim imam, miko dan lain-lain untuk meminta sumbangan untuk kuil, dia dikirim ke Kyoto untuk melakukan tarian sakral dan lagu.
Ia selama pertunjukan di Kyoto bahwa ia juga menjadi terkenal karena inovasinya: tarian nembutsu nya, untuk menghormati Sang Buddha Amida, cenderung dikenal karena kepanas-lembaban dan sindiran seksual. Antara tarian ini dan lainnya dan bertindak, dia mengumpulkan banyak perhatian dan mulai menarik perhatian orang banyak yang besar mana pun dia dilakukan. Akhirnya ia dipanggil untuk kembali ke rumah suci itu, panggilan dia diabaikan, meskipun ia terus mengirimkan uang kembali.
Pendirian Kabuki
Sekitar 1603, Okuni mendirikan sebuah teater di dasar sungai kering dari Shijōgawara Sungai Kamo. Mengumpulkan para orang buangan dan menyesuaikan diri masyarakat, yang telah dijuluki kabukimono (dari kabuku "untuk bersandar dalam arah tertentu", dan mono, "orang"), ia memberi mereka arah, mengajar mereka akting, menari dan menyanyi keterampilan; alami, ia memanggil rombongan pertunjukan kabuki-nya. Kinerja awal kabuki yang menari dan lagu dengan tidak ada plot yang signifikan, sering direndahkan sebagai mencolok dan hiruk-pikuk, tetapi juga dipuji sebagai penuh warna dan indah.
Meskipun dia diperlukan aktor laki-lakinya untuk bermain peran perempuan dan aktor perempuannya untuk memainkan bahwa dari laki-laki, ia dikenal untuk memainkan peran gender baik. Secara khusus, ia terkenal karena perannya sebagai samurai dan pendeta Kristen.
Akhirnya, dengan bantuan Ujisato Sanzaburō, yang mendukung Okuni finansial maupun artistik, kabuki berkembang menjadi drama. Pada tingkat yang lebih pribadi, Sanzaburō juga dikatakan kekasih Okuni, meskipun mereka tidak menikah. Setelah kematiannya ia melanjutkan tanpa dia, terus menggabungkan drama dengan musik dan tarian. Akhirnya, ketenaran dan bahwa dari rombongan kabuki nya tersebar di seluruh Jepang.
Kemudian tahun
Okuni pensiun sekitar 1610, dan setelah waktu itu ia menghilang. Ada banyak peniru teater kabuki. Secara khusus, bordil menawarkan acara seperti menghibur klien kaya, serta untuk memperoleh pelacur yang memiliki akting dan bernyanyi keterampilan. Akhirnya, karena protes publik moral, shogun Tokugawa Ieyasu melarang perempuan dari tampil di kabuki, praktik resmi berdiri di bioskop bahkan hari ini.
Ada beberapa teori tahun nya kematian, beberapa orang mengatakan pada 1613, yang lainnya di 1658.
Pada tahun 2003 patung didirikan untuk menghormatinya, pada Kawabata Street di utara Ohashi Shijo, dekat pantai Sungai Kamo di Kyoto.


Dampak budaya
Selain pendiri nya seharusnya dari kabuki, Okuni memberikan kontribusi ke Jepang teater pada umumnya. Dia dikatakan telah memperkenalkan pendahulu dari Hanamichi (jalan bunga), landasan pacu terkemuka dari belakang teater dan persimpangan antara penonton ke panggung. Ini telah digabungkan dalam beberapa seni teater Jepang di luar itu dari kabuki.


Talking Oichi

Oichi (1547?-1583) adalah seorang wanita bangsawan Jepang semasa perang sipil/ periode Sengoku yang terkenal akan kecantikannya. Dia adalah adik dari salah seorang pemersatu Jepang, Oda Nobunaga dan istri dari dua daimyo terkenal Azai Nagamasa dan Shibata Katsuie.



Kehidupan

Oichi menghabiskan masa mudanya di Owari, daerah kekuasaan klan Oda. Dia dinikahkan dengan Shibata Katsuie sebagai hadiah yang diberikan Nobunaga setelah Katsuie melancarkan kudeta yang gagal padanya lalu memohon pengampunan dan bersumpah melayaninya dengan setia. Namun pernikahan mereka tidak berlangsung lama, tahun 1567 dalam penaklukan Mino, Nobunaga membatalkan pernikahannya dengan Katsuie dengan alasan politis. Oichi dinikahkan dengan rival Nobunaga, Azai Nagamasa untuk mempererat persekutuan. Dalam hal ini Oichi tidak mempunyai pilihan lain selain menurut dan terpaksa diapun bercerai dengan Katsuie

Dari Nagamasa, Oichi melahirkan seorang putra, Manjumaru dan tiga orang putri Cha-cha (dikenal juga dengan Yodo Gimi atau Yodo Dono), O-Hatsu, dan O-go. Tahun 1570, suaminya mengkhianati persekutuan dengan kakaknya dengan menyerang Nobunaga bersama klan Asakura. Pertempuran sengit pun berlangsung selama tiga tahun lamanya hingga klan Asakura kalah. Setelahnya pasukan Nobunaga terus maju dan mengepung kastil Odani, pusat klan Azai tempat Oichi dan keluarganya tinggal. Nobunaga menuntut agar Oichi dikembalikan padanya. Nagamasa menyanggupi tuntutan itu, Oichi dan ketiga putrinya dipulangkan dengan selamat pada Nobunaga sementara dia sendiri dan putranya, Manjumaru melakukan seppuku di kastilnya.

Dengan demikian Oichi kini kembali menikah dengan suami sebelumnya, Shibata Katsuie sekitar tahun 1574. Tragedi dalam kehidupannya belum berakhir, menyusul kematian Nobunaga tahun 1583, suaminya terlibat konflik dengan Toyotomi Hideyoshi mengenai masalah suksesi dalam klan Oda. Pasukan Katsuie dihancurkan di Shizugatake, perbukitan di utara Omi. Sadar dirinya telah kalah, Katsuie mengurung diri dalam kastilnya di Kita-no-shō dan siap melakukan seppuku. Dia sempat meminta Oichi agar menyelamatkan diri bersama anak-anaknya, namun kali ini Oichi tidak ingin meninggalkan suaminya seperti yang pernah dilakukan terhadap Nagamasa dulu. Oichi hanya menitipkan ketiga putrinya pada Hideyoshi sementara dia sendiri menemani suaminya menyongsong maut di kastil yang mulai terbakar.

Keturunan

Ketiga putrinya kelak menjadi istri-istri orang terkenal dalam sejarah Jepang, Cha-cha, O-Hatsu dan O-go masing-masing menikah dengan Hideyoshi, Kyôgoku Takatsugu, dan Tokugawa Hidetada

Yodo Gimi menjadi selir dari Hideyoshi, sebuah ironi karena Hideyoshilah yang bertanggung jawab atas kematian kedua orang tuanya dan juga ayah tirinya. Kepadanya, Hideyoshi menganugerahkan kastil Yodo, karena itulah kemudian dia juga dikenal dengan nama Yodo Gimi atau Yodo Dono. Dia melahirkan dua putra bagi Hideyoshi, salah satunya, Toyotomi Hideyori. Belakangan dia bersama Hideyori bunuh diri setelah kekalahannya dalam pertempuran Osaka yang adalah pertempuran terakhir jaman sengoku.

Putri kedua, O-Hatsu menikah dengan Kyôgoku Takatsugu, bangsawan yang pernah bekerja pada klan Azai. Klan Kyôgoku memihak pada Tokugawa setelah kematian Hideyoshi. O-Hatsu berperan sebagai mediator antara Tokugawa dan kakaknya Yodo Gimi. Walaupun tidak berhasil mendamaikan kedua pihak, dia berhasil menyelamatkan putri Hideyori dengan menjadikannya biarawati setelah kekalahan di Osaka.

Putri bungsu, O-go menikah dengan shogun kedua Tokugawa, Hidetada. Mereka mempunyai banyak anak termasuk shogun ketiga, Iemitsu dan Masako, istri Kaisar Go-Mizunoo. Putri Masako, Okiko kelak menjadi Permaisuri Meisho, maka Oichi secara anumerta menjadi nenek dari shogun dan moyang dari permaisuri. 
 
Talking Naoe Kanetsugu

Naoe Kanetsugu adalah seorang bushi zaman Sengoku, zaman Azuchi-Momoyama hingga awal zaman Edo. Penasehat senior (karō) klan Uesugi.



Masa kecil


Kanetsugu dilahirkan tahun 1560 di provinsi Echigo sebagai putra pertama Higuchi Kanetoyo yang merupakan pengikut Nagao Masakage, dan ibu dari klan Izumi asal Shinshu. Ayah Kanetsugu disebut-sebut sebagai keturunan Higuchi Kanemitsu yang bekerja sebagai penasehat senior Minamoto no Yoshinaka (Kiso Yoshinaka).

Setelah ayah Kagekatsu yang bernama Nagao Masakage wafat, Uesugi Kenshin menjadikan Uesugi Kagekatsu sebagai putra angkat. Kanetsugu merupakan teman sepermainan Kagekatsu, sehingga Sentō-in (ibu Kagekatsu sekaligus kakak perempuan Uesugi Kenshin) mengajak Kanetsugu untuk tinggal di Istana Kasugayama bersama anaknya. Pernyataan ini tidak didukung bukti-bukti kuat karena kurangnya catatan sejarah mengenai keadaan masa itu. Dalam buku sejarah Hankanfu (tahun 1702), ayah Kanetsugu justru ditulis sebagai tukang kayu bakar dan arang.

Penerus klan Naoe

Uesugi Kenshin wafat di tahun 1578, kekuasaan diwariskan kepada Uesugi Kagekatsu. Sampai bulan Agustus 1580, Higuchi Kanetsugu merupakan pendamping sekaligus perantara kalau ada pihak yang ingin berhubungan dengan Kagekatsu. Selanjutnya tanggal 15 Agustus 1580, Kanetsugu diangkat sebagai penulis Inhanjō (surat resmi) bagi Kagekatsu.

Di tahun 1581, ketika Yamazaki Shūsen dan penasehat senior Kagekatsu bernama Naoe Nobutsuna sedang rapat di Istana Kasugayama, Mōri Hidehiro datang untuk membunuh Yamazaki Shūsen. Nobutsuna begitu terkejut dan membalas serangan Mōri Hidehiro dan berhasil melukai Hidehiro di bagian muka, tapi berakhir dengan terbunuhnya Nobutsuna di tangan Hidehiro. Naoe Nobutsuna merupakan kepala klan Naoe yang tidak memiliki putra pewaris, sehingga Kagekatsu yang tidak ingin garis keturunan klan Naoe terputus menjodohkan Kanetsugu dengan Osen no kata yang merupakan putri Naoe Kagetsuna dari klan Naoe. Pernikahan Kanetsugu dengan Osen no kata menjadikan Kanetsugu sebagai putra angkat keluarga Noe. Higuchi Kanetsugu lalu berganti nama menjadi Naoe Kanetsugu, dan diangkat sebagai pewaris klan Naoe. Selanjutnya, Kanetsugu yang dipasangkan dengan Kanō Hideharu memulai tugas sebagai pejabat pemerintah.

Masa pemerintahan Toyotomi

Di tahun 1583, Kanetsugu diangkat sebagai penguasa provinsi Yamashiro (Yamashiro no Kami) dengan jabatan Jugoige. Sejak akhir tahun 1584 Kanō Hideharu jatuh sakit, sehingga pemerintahan dalam negeri dan hubungan luar negeri hampir seluruhnya menjadi tanggung jawab Kanetsugu. Setelah Hideharu wafat, Kanetsugu bertugas seorang diri sampai di akhir hayatnya.

Di tahun 1588, Toyotomi Hideyoshi menghadiahkan nama keluarga Toyotomi kepada Kanetsugu atas keberhasilannya menaklukkan Shibata Shigeie di tahun sebelumnya (1587). Secara berturut-turut Kanetsugu mencatat keberhasilan dalam tugasnya menaklukkan provinsi Sado di tahun 1589, dan menghancurkan klan Hōjō dalam Pertempuran Odawara (1590). Di tahun 1592, Kanetsugu ikut serta dalam invasi ke Joseon bersama Uesugi Kagekatsu.

Di tahun 1598, Toyotomi Hideyoshi menukar provinsi Echigo yang dimiliki Kagekatsu dengan wilayah Aizu (sekarang di Prefektur Fukushima) yang bernilai lebih tinggi (1.200.000 koku). Kanetsugu mendapat hadiah dari Hideyoshi berupa provinsi Dewa di Yonezawa senilai 60.000 koku termasuk tambahan prajurit sehingga total bernilai 300.000 koku.

Pertempuran Sekigahara

Setelah Hideyoshi wafat tanggal 18 Agustus 1598, Tokugawa Ieyasu berusaha mengambil alih kepemimpinan. Kanetsugu merupakan teman dekat Ishida Mitsunari, sehingga Kanetsugu memutuskan untuk berada di pihak Ishida Mitsunari dan menjadi musuh Tokugawa Ieyasu. Pengikut setia klan Uesugi bernama Fujita Nobuyoshi tidak sependapat dengan Kanetsugu yang ingin menjadi lawan Ieyasu, dan mengusulkan perdamaian dengan klan Tokugawa. Usul berdamai dengan Ieyasu membuat murka Kanetsugu yang berakibat pada pengusiran Fujita Nobuyoshi. Kanetsugu juga berkali-kali menolak undangan Ieyasu untuk datang mengunjunginya di Kyoto. Ieyasu tidak senang dengan pembangkangan Kanetsugu dan melancarkan serangan ke Aizu yang dikenal sebagai Penaklukan Aizu. Peristiwa penyerangan ini menjadi sebab tidak langsung Pertempuran Sekigahara.

Kanetsugu memimpin 30.000 prajurit elit untuk menyerbu ke Yamagata yang merupakan wilayah kekuasaan Mogami Yoshiaki. Penyerangan Kanetsugu berhasil menghancurkan berbagai posisi klan Mogami seperti Istana Hataya yang dipertahankan pengikut Yoshiaki yang bernama Eguchi Gobei. Selanjutnya, pasukan Kenetsugu menyerang berbagai posisi pengikut klan Mogami, seperti Istana Hasedō yang dipertahankan Shimura Mitsuyasu dan Istana Kamiyama yang dipertahankan Satomi Minbu. Akibat perlawanan sengit pasukan Mogami, penyerbuan ke Istana Hasedō memerlukan waktu yang lama, ditambah tewasnya jenderal di pihak pasukan Uesugi yang bernama Kamiizumi Yasutsuna.

Sementara itu, Pertempuran Sekigahara pecah di provinsi Mino, dan kabar kekalahan kubu pasukan barat sampai di Ōshū (provinsi Mutsu). Semangat tempur pasukan Mogami yang berpihak di kubu pasukan timur dalam Pertempuran Sekigahara menjadi menyala-nyala. Pasukan pimpinan Rusu Masakage datang untuk mengejar pasukan Kanetsugu. Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Kanetsugu dengan pasukan Rusu Masakage yang dikirim Date Masamune untuk membantu pasukan Mogami. Pengikut Kenshin seperti Suibara Chikanori dan Maeda Toshimasu bertempur mati-matian hingga berhasil menekan kerugian hingga sekecil mungkin. Perlawanan yang diberikan pasukan Uesugi sewaktu sedang ditarik bahkan sempat dipuji-puji pihak lawan (Mogami Yoshiaki dan Tokugawa Ieyasu).

Zaman Edo

Di bulan ke-7 tahun 1601, Uesugi Kagekatsu berangkat ke Kyoto ditemani Naoe Kanetsugu untuk memohon pengampunan dari Tokugawa Ieyasu. Permohonan ampun dikabulkan Ieyasu dan klan Uesugi boleh terus dipertahankan, tapi menerima hukuman berupa pemindahan wilayah kekuasaan klan Uesugi dari provinsi Aizu ke provinsi Dewa Yonezawa yang hanya bernilai 300.000 koku.

Naoe Kanetsugu diminta bersumpah setia kepada Tokugawa Ieyasu, dan Kanetsugu berganti nama sebagai Shigemitsu pada tanggal 4 Januari 1608. Setelah itu, Kanetsugu membangun tanggul dan kota sekeliling Istana Yonezawa. Kanetsugu berjasa dalam membangun dasar-dasar pemerintahan wilayah (han) Yonezawa, termasuk pembangunan industri dan pertambangan.

Sementara itu, klan Uesugi mencoba berdamai dengan klan Tokugawa dan menjalin hubungan dengan Honda Masanobu. Di tahun 1609, klan Uesugi dibebaskan dari pajak sebesar 100.000 koku berkat bantuan Honda Masanobu yang tampil sebagai penengah sehingga klan Uesugi sangat terbantu. Selain itu, putra Masanobu yang bernama Honda Masashige untuk sementara sempat dijadikan putra angkat Kanetsugu. Hubungan bapak-anak antara Kanetsugu dan Masashige bahkan masih terus berlanjut setelah status putra angkat Masashige dibatalkan.

Di masa tuanya, Kanetsugu sempat bertempur di pihak Tokugawa dalam Pertempuran Osaka tahun 1614. Di rumah kediaman Uroko-yashiki di Edo, Kanetsugu wafat di usia 60 tahun pada tanggal 19 Desember 1619. 
 
Talking Toyotomi Hideyoshi

Toyotomi Hideyoshi (2 Februari 1536 - 18 September 1598 adalah pemimpin Jepang mulai dari zaman Sengoku sampai zaman Azuchi Momoyama.



Lahir sebagai anak petani di desa Nakamura, provinsi Owari (sebelah barat Prefektur Aichi), sewaktu menjadi tangan kanan daimyō Oda Nobunaga yang paling diandalkan. Setelah berhasil berdamai dengan klan Mōri di daerah Chūgoku, Hideyoshi menarik kembali pasukannya (peristiwa Penarikan Pasukan dari Chūgoku) ke Kyoto menemukan Oda Nobunaga sang majikan dibunuh oleh bawahannya Akechi Mitsuhide dalam Insiden Honnōji (honnōji no hen?).

Hideyoshi mewariskan kekuasaan Oda Nobunaga setelah berhasil menghabisi Akechi Mitsuhide dalam Pertempuran Yamazaki. Hideyoshi membangun Istana Osaka, tapi mengingat latar belakangnya sebagai orang biasa, Kaisar belum bisa memberikan gelar shogun, sehingga untuk sementara Hideyoshi diberi gelar Kampaku. Pada waktu menerima jabatan Dajō daijin ( 1586), kaisar menghadiahkan nama keluarga Toyotomi. Setelah berhasil menjadi pemimpin yang mempersatukan seluruh wilayah Jepang, Toyotomi Hideyoshi mengadakan survei wilayah yang disebut Taikōkenchi (, Taikōkenchi?) dan melarang orang di luar kalangan bushi untuk memiliki senjata katana. Di tengah invasi ke Korea yang disebut Perang Tujuh Tahun (Bunroku-keichō no eki?), Toyotomi Hideyoshi tutup usia setelah mewariskan kekuasaan kepada putranya Toyotomi Hideyori yang dititipkannya kepada Tokugawa Ieyasu.

Perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi yang luar biasa dari anak petani sampai menjadi orang nomor satu di zaman Sengoku sering dijadikan bahan cerita yang dikisahkan secara turun temurun dan sering dilebih-lebihkan. Toyotomi Hideyoshi konon pernah membangun Istana Sunomata dalam waktu semalam, mempertaruhkan nyawa dalam Pertempuran Kanegasaki agar posisi Oda Nobunaga yang sedang terjepit maut bisa lolos melarikan diri, dan pernah menyerang Istana Takamatsu dengan banjiran air.

Toyotomi Hideyoshi berhasil menjadi pemimpin pemersatu Jepang setelah menaklukkan klan Gohōjō yang merupakan musuh besar terakhir. Hideyoshi berhasil menghentikan perang berkecamuk sejak lama dan menandai berakhirnya periode Sengoku.

Pada tahun 1591, Hideyoshi melakukan suksesi, jabatan Kampaku diwariskan Hideyoshi kepada keponakannya yang bernama Toyotomi Hidetsugu, sedangkan Hideyoshi mendapat gelar Taikō (sebutan kehormatan untuk pensiunan Kampaku).

Ada cerita tentang Hideyoshi yang kabarnya pernah memerintahkan pengikutnya, seorang guru upacara minum teh ( sajin) yang bernama Sen no Rikyū untuk bunuh diri. Furuta Shigeteru dan Hosokawa Tadaoki sudah berusaha menjelaskan duduk perkara dan memohon kepada Hideyoshi untuk mengampuni nyawa Sen no Rikyū tapi ternyata tidak ditanggapi. Sen no Rikyū akhirnya melakukan seppuku dan kepalanya dipertontonkan di jembatan Ichijōmodori. Ada berbagai pendapat yang bertentangan mengenai sebab terjadinya peristiwa ini.

Pada tahun itu juga (1591), terjadi pemberontakan yang disebabkan oleh seluruh anggota keluarga klan Nambu terlibat sengketa soal pewaris kekuasaan Kunohe Masazane. Hideyoshi segera menyetujui permohonan bantuan dari Nambu Nobunao dan menunjuk Toyotomi Hidetsugu sebagai panglima pasukan gabungan. Pasukan gabungan untuk menyerbu Kunohe terdiri dari pasukan pimpinan Gamō Ujisato, Asano Nagamasa, dan Ishida Mitsunari. Pasukan milik para daimyo dari wilayah Tohoku juga diperintahkan untuk bergabung, sehingga pasukan jumlahnya makin bertambah banyak. Konon jumlah pasukan yang menyerbu Kuzunohe hingga mencapai 60.000 prajurit. Kakak beradik Kunohe Masazane dan Kunohe Sanechika memang mengadakan perlawanan tapi akhirnya tidak berdaya diserang pasukan dalam jumlah besar dan menyerah. Pemberontakan selesai setelah seluruh anggota keluarga klan Kunohe dihabisi dengan cara dipenggal.

Pada tahun 1592, Hideyoshi mengirim pasukan ke dinasti Joseon (sekarang dikenal sebagai Korea). Perang ini disebut Perang Tujuh Tahun (bunroku keichō no eki?). Pada saat awalnya, pasukan Joseon dapat mudah ditaklukkan, Hanyang (sekarang dikenal sebagai Seoul) pun berhasil dikuasai pasukan Hideyoshi. Situasi perang bertambah buruk akibat datangnya bala bantuan dari dinasti Ming dan perlawanan pasukan relawan dari berbagai daerah di Joseon, sehingga harus dibuat gencatan senjata.

Pada tahun 1593 lahir seorang anak laki-laki yang dinamakan Toyotomi Hideyori dari istri muda Hideyoshi yang bernama Yodo dono. Dua tahun kemudian (1595), keponakan Hideyoshi yang bernama Toyotomi Hidetsugu diperintahkan untuk melakukan seppuku dengan alasan perbuatan Hidetsugu sudah tidak terkendali sampai-sampai mendapat julukan "Kampaku haus darah." Penasehat Hidetsugu dan pengikut setia Hideyoshi seperti Maeno Nagayasu juga dianggap terlibat sehingga diperintahkan melakukan seppuku. Seluruh anggota keluarga Hidetsugu seperti istri dan anak-anaknya juga dihukum mati. Ada berbagai pendapat yang meragukan perbuatan perbuatan yang di luar batas yang dilakukan Hidetsugu. Pendapat lain mengatakan Hidetsugu dianggap tidak dibutuhkan lagi karena kelahiran Toyotomi Hideyori yang merupakan anak sah dari Yodo dono sekaligus pewaris klan Hideyoshi.

Kegagalan perundingan damai menyebabkan Hideyoshi kembali menginvasi Joseon untuk yang kedua kali pada tahun 1597. Di tengah kemelut invasi ke Joseon, Hideyoshi yang menderita kanker perut merasa umurnya tidak akan lama lagi. Pada tanggal 18 Agustus 1598, Hideyoshi memanggil lima pembantu seniornya dan menunjuk Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyori sebagai pelaksana tugas sehari-hari, sedangkan Maeda Toshiie ditunjuk sebagai pendamping Hideyori yang masih kecil. Hideyoshi lalu tutup usia di Istana Fushimi di usia 62 tahun.

Invasi ke Joseon berakhir setelah wafatnya Hideyoshi. Perang ini menyebabkan kerugian besar pada tentara rakyat Joseon dan kerusakan besar-besaran wilayah Joseon. Kerugian besar juga dialami pasukan bala bantuan dari kekaisaran dinasti Ming, tapi pihak Jepang justru mengalami kerugian yang jauh lebih besar. Prajurit terbaik Hideyoshi banyak yang gugur di medan laga Joseon, sehingga hubungan antara klan Hideyoshi dan para pengikutnya menjadi retak. Salah satu agenda politik luar negeri Keshogunan Tokugawa adalah memperbaiki hubungan buruk antara Jepang dan Joseon.

Sebelum tutup usia, Hideyoshi menulis puisi perpisahan berupa tanka yang berbunyi: tsuyu to ochi tsuyu to kienishi wagamikana naniwa no koto wa yume no mata yume (tsuyu to ochi tsuyu to kienishi wagamikana naniwa no koto wa yume no mata yume? embun jatuhlah, embun lalu hilanglah, jalan hidupku, kisah tentang Naniwa, mimpi di dalam mimpi). 
 
Berbicara InahimeKomatsuhime (1573-27 Maret 1620) adalah seorang wanita Jepang dari akhir-Azuchi Momoyama melalui periode Edo dini. Lahir putri Honda Tadakatsu, dia diadopsi oleh Tokugawa Ieyasu, sebelum menikahi Sanada Nobuyuki. Dia digambarkan memiliki sangat indah dan sangat cerdas.
Komatsuhime dikenal di masa kecilnya sebagai Inahime dan juga Onei. Setelah menyaksikan kehebatan bela diri dari Sanada pada Pertempuran Ueda, dia dan ayahnya yang terpikat oleh mereka. Tokugawa Ieyasu sendiri mengatur agar Komatsuhime untuk menikahi Sanada Nobuyuki, penguasa Sanada.
Pada tahun 1600, ketika Nobuyuki telah memutuskan untuk membuang banyak dengan Tokugawa, ayahnya Masayuki (yang tidak melakukannya) sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi dia di Ueda Castle, disertai oleh putra yang lain, yang terkenal Sanada Yukimura. Dua berhenti di Numata Castle, di mana Komatsuhime adalah mengelola urusan. Masayuki menyampaikan pesan kepadanya: "Aku ingin melihat cucu saya," dan di respon, sang putri muncul, mengenakan pakaian tempur lengkap, mengatakan "Karena kita telah berpisah dalam konflik ini, meskipun Anda adalah ayah mertua Saya tidak bisa membiarkan Anda ke dalam benteng ini. " Masayuki dan Yukimura mundur ke Shōkakuji Temple, dan terkejut ketika mereka melihat Komatsuhime (dengan anak-anaknya) tiba segera setelah mereka, menghormati keinginan Masayuki's. Setelah Pertempuran Sekigahara, selama Masayuki dan Yukimura pengasingan, ia mengambil alih mengirim mereka makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Semua dalam semua, Komatsuhime dipuji sebagai istri yang baik dan ibu bijaksana (ryōsai kenbo). Dia meninggal di Kōnosu, Provinsi Musashi pada usia 47, sedangkan perjalanan ke mata air panas Kusatsu [3] Nobuyuki keluh. Kematiannya, mengatakan bahwa "cahaya rumah saya telah padam." [4] kuburan nya dapat ditemukan di sana . Hari ini, di museum di Ueda Castle, pengunjung dapat melihat barang yang dia gunakan, termasuk joli nya.
Dalam video game Samurai Warriors 2, Komatsuhime (dikenal sebagai Ina dalam permainan) adalah seorang pejuang yang sangat bertentangan pada alasan dia untuk berjuang, sebab damai atau kenikmatan [rujukan?]. Dia wields busur berbilah panjang, dan dapat menyerang dalam pertempuran jarak dekat dan juga di jangkauan. Selain itu, dalam permainan, dia dibebankan dengan salah satu prestasi Hattori Hanzo selama perjalanan Ieyasu di Iga: mengawal Anayama Nobukimi, sedangkan Hanzo escort tuan pribadi. Secara historis, Hanzo mengambil baik tugas sekaligus dan berhasil mereka berdua.


Ina juga muncul dalam permainan Warriors Orochi crossover. Di dalamnya, ia berteman dengan Sun Shang Xiang setelah Orochi blackmails Tokugawa dan Tentara Wu ke perbudakan. Meskipun keduanya dipaksa untuk berjuang untuk Orochi melawan akan mereka, mereka akhirnya bergabung Resistensi setelah Ina meyakinkan Sun Shang Xiang untuk menyatukan kembali dengan kakak nya Sun Ce di Sekigahara.


Tokugawa Ieyasu BerbicaraTokugawa Ieyasu (31 Januari 1543 - 1 Juni 1616) adalah pendiri dan shogun pertama Keshogunan Tokugawa Jepang yang memerintah dari Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600 hingga Restorasi Meiji pada tahun 1868. Ieyasu merebut kekuasaan pada tahun 1600, menerima penunjukan sebagai shogun pada tahun 1603, turun tahta dari kantor di tahun 1605, namun tetap berkuasa sampai kematiannya pada 1616. Namanya yang diberikan kadang-kadang dieja Iyeyasu, sesuai dengan pengucapan sejarah kita.


Pada 1603, Tokugawa Ieyasu menerima gelar shogun dari Kaisar Go-Yozei. [6] Ieyasu adalah 60 tahun. Dia telah bertahan lebih lama daripada semua orang besar lainnya nya kali: Nobunaga, Hideyoshi, Shingen, Kenshin. Dia adalah shogun dan ia menggunakan sisa hidupnya untuk menciptakan dan memantapkan Keshogunan Tokugawa (Itu akhirnya menjadi zaman Edo, sekitar dua ratus tahun di bawah Ieyasu Keshogunan), pemerintah shogunal ketiga (setelah Minamoto dan Ashikaga). Dia mengaku sebagai keturunan dari klan Minamoto dengan cara keluarga Nitta} {disengketakan. Ironisnya keturunan Ieyasu akan menikah ke Taira dan Klan Fujiwara. Keshogunan Tokugawa akan memerintah Jepang selama 250 tahun ke depan.
Shogun Tokugawa
Mengikuti pola Jepang mapan, posisi resmi Ieyasu turun tahta sebagai shogun di tahun 1605. Penggantinya adalah putranya dan ahli waris, Tokugawa Hidetada. Ini mungkin telah dilakukan, sebagian untuk menghindari terikat dalam tugas upacara, dan sebagian untuk membuat lebih sulit bagi musuh untuk menyerang pusat kekuasaan yang sesungguhnya [7] pelepasan Ieyasu tidak berpengaruh pada tingkat praktis-nya. kekuasaan atau pemerintahannya, tetapi Hidetada diasumsikan tetap berperan sebagai kepala formal birokrasi bakufu.
Ieyasu, bertindak sebagai Shogun terpencil atau Ogosho, adalah penguasa efektif dari Jepang, yang tersisa sehingga sampai kematiannya. Ieyasu pensiun untuk Sunpu, tapi ia juga mengawasi pembangunan Edo Castle, sebuah proyek pembangunan besar-besaran yang berlangsung selama sisa hidup Ieyasu. Hasil akhirnya adalah benteng terbesar di seluruh Jepang, biaya untuk membangun benteng yang ditanggung oleh semua daimyo lain, sementara Ieyasu menuai semua keuntungan. The menara utama pusat, atau tenshu, dibakar dalam api Meireki 1657. Hari ini, Istana Kekaisaran berdiri di situs benteng. Ogosho Ieyasu juga mengawasi urusan diplomatik dengan Belanda dan Spanyol. Dia memilih untuk menjauhkan Jepang dari Eropa mulai tahun 1609, meskipun bakufu itu memberikan hak eksklusif perdagangan Belanda dan mengizinkan mereka untuk mempertahankan sebuah "pabrik" untuk tujuan perdagangan. Dari 1605 sampai kematiannya, Ieyasu berkonsultasi dengan seorang pilot Protestan bahasa Inggris di Belanda mempekerjakan, William Adams, yang memainkan peran penting dalam membentuk dan memajukan hubungan Keshogunan terus berkembang dengan Spanyol dan Gereja Katolik Roma.
Di tahun 1611, Ieyasu, di kepala 50.000 orang, mengunjungi Kyoto untuk menyaksikan penobatan Kaisar Go-Mizunoo. Di Kyoto, Ieyasu memerintahkan renovasi dari istana kekaisaran dan bangunan, dan memaksa daimyo barat tersisa untuk menandatangani sumpah setia kepadanya. Pada 1613, ia menyusun sebuah dokumen Shohatto Kuge 'yang menempatkan daimyo pengadilan di bawah pengawasan ketat, meninggalkan mereka sebagai boneka seremonial belaka. Pengaruh Kristen, yang dilanda oleh bertengkar selama Reformasi Protestan dan sesudahnya, di Jepang telah membuktikan masalah bagi Ieyasu. Pada 1614, ia menandatangani Maklumat Pengusiran Kristen yang melarang agama Kristen, mengusir semua orang Kristen dan orang asing, dan melarang orang Kristen untuk mempraktikkan agama mereka. Akibatnya, banyak Kirishitans (Kristen Jepang awal) melarikan diri ke Filipina Spanyol. Pada 1615, ia mempersiapkan Shohatto Buke, sebuah dokumen menetapkan masa depan rezim Tokugawa.
Ieyasu sebagai pribadi
Ieyasu memiliki sejumlah kualitas yang memungkinkan dia untuk naik ke kebesaran. Dia baik hati dan berani - pada saat yang tepat, dan di tempat yang tepat. Menghitung dan halus, Ieyasu beralih aliansi ketika ia mengira ia akan mendapat manfaat dari perubahan. Ia bersekutu dengan klan Hojo, kemudian ia bergabung dengan pasukan Hideyoshi penaklukan yang menghancurkan klan Hojo dan ia sendiri mengambil alih tanah mereka. Dalam hal ini ia seperti daimyo lain pada masanya. Ini merupakan era kekerasan, kematian mendadak dan pengkhianatan. Dia tidak sangat disukai, dan ia tidak secara pribadi populer. Tapi ia takut dan ia dihormati karena kepemimpinannya dan licik nya. Misalnya dia bijaksana terus tentaranya keluar dari bencana kampanye Hideyoshi di Korea.
Dia mampu loyalitas yang besar, satu kali ia bersekutu dengan Oda Nobunaga, ia tidak pernah pergi terhadap Nobunaga, dan kedua pemimpin keuntungan dari aliansi mereka yang panjang. Dia dikenal karena setia terhadap teman pribadi dan pengikut yang ia dihargai. Namun, ia juga ingat orang-orang yang menganiaya dia di masa lalu. Dikatakan bahwa Ieyasu dieksekusi seorang pria yang datang ke kekuasaan karena dia telah menghina dia ketika Ieyasu masih muda.
Ieyasu dilindungi banyak mantan pengikut Takeda dari murka Oda Nobunaga, yang dikenal dengan pelabuhan dendam yang pahit terhadap Takeda. Dia berhasil berhasil mengubah banyak pengikut dari Takeda, Hojo, dan klan Imagawa - semua yang ia mengalahkan dirinya sendiri atau membantu untuk mengalahkan - menjadi pengikut setia.
Dia telah sembilan belas istri dan selir, oleh siapa ia anak sebelas dan lima anak perempuan. Anak-anak sebelas dari Ieyasu adalah Matsudaira Nobuyasu, Yuki Hideyasu, Tokugawa Hidetada, Matsudaira Tadayoshi, Takeda Nobuyoshi, Matsudaira Tadateru, Matsuchiyo, Senchiyo, Tokugawa Yoshinao, Tokugawa Yorinobu, dan Tokugawa Yorifusa. (Dalam daftar ini, kedua anak tanpa nama keluarga meninggal sebelum dewasa.) Putri Nya Kame hime, hime Toku, hime Furi, Matsu hime, hime Eishōin, dan hime Ichi. Dia dikatakan telah merawat anak-anaknya dan cucu-cucu, menetapkan tiga dari mereka, Yorinobu, Yoshinao, dan Yorifusa sebagai daimyo dari Kii, Owari, dan provinsi Mito, masing-masing. Pada saat yang sama, ia bisa menjadi kejam bila disilangkan. Misalnya, ia memerintahkan eksekusi dari istri pertama dan tertua anaknya-anak-dalam-hukum Oda Nobunaga, Oda juga merupakan paman dari istri Hidetada Oeyo.
Setelah Hidetada menjadi shogun ia menikah Oeyo dari keluarga Oda dari klan Taira dan mereka memiliki dua putra, Tokugawa dan Tokugawa Iemitsu Tadanaga. Mereka juga mempunyai dua anak perempuan, salah satunya, Sen hime, menikah dua kali. Putri lainnya, Kazuko hime, menikah Kaisar Go-Mizunoo keturunan dari klan Fujiwara.
hobi favorit Ieyasu adalah menjajakan. Dia menganggap hal itu sebagai pelatihan yang sangat baik untuk prajurit. "Jika Anda pergi ke negara itu menjajakan, Anda belajar untuk memahami semangat militer dan juga kehidupan keras kelas bawah. Anda melatih otot Anda dan melatih anggota badan Anda. Anda memiliki jumlah berjalan dan berjalan dan menjadi sangat tidak peduli terhadap panas dan dingin, dan jadi anda sedikit kemungkinan menderita penyakit apapun. "[11]. Ieyasu sering berenang, bahkan di akhir hidupnya dia dilaporkan telah berenang di parit Benteng Edo. Di kemudian hari ia mengambil untuk beasiswa dan agama, merendahkan ulama seperti Hayashi Razan.
Dua dari kutipan terkenal:
"Hidup itu seumpama sebuah perjalanan panjang dengan beban berat Mari langkah-Mu menjadi lambat dan mantap, bahwa engkau tidak tersandung.. Membujuk dirimu sendiri bahwa ketidaksempurnaan dan ketidaknyamanan adalah banyak alami manusia, dan akan ada ruang untuk ketidakpuasan, baik untuk putus asa. Ketika keinginan ambisius timbul dalam hatimu, mengingat kembali hari-hari engkau ekstremitas telah melewati Sabar adalah akar dari ketenangan dan jaminan selamanya.. Lihat pada murka musuh. Jika Engkau tahu apa itu hanya untuk menaklukkan, dan engkau bukan apa rasanya kalah, engkau celaka kepadamu, melainkan akan ongkos sakit dengan engkau Cari kesalahan dengan dirimu sendiri daripada dengan orang lain "..
"Yang jantan yang kuat dalam hidup adalah orang yang memahami arti kata kesabaran Kesabaran berarti menahan kecenderungan seseorang Ada tujuh emosi:.. Sukacita, kemarahan, kecemasan, cinta, kesedihan, ketakutan, dan kebencian, dan jika seorang pria tidak memberi jalan kepada pasien tersebut dia bisa disebut saya tidak sekuat mungkin aku,. tapi aku sudah lama dikenal dan dipraktekkan kesabaran Dan jika keturunan saya ingin menjadi seperti saya, mereka harus belajar kesabaran.. "
Ia menyatakan bahwa ia berjuang, sebagai seorang prajurit atau jenderal, dalam 90 pertempuran. Dalam beberapa sumber Ieyasu dikenal memiliki kebiasaan buruk menggigiti kuku ketika gugup, terutama sebelum dan selama pertempuran. Dia tertarik dalam keterampilan berbagai kenjutsu, adalah pelindung dari sekolah Yagyuu Shinkage-ryu dan juga memiliki mereka sebagai instruktur pribadinya pedang.


Talking Ishida Mitsunari

Ishida Mitsunari(1560 - 6 November 1600 atau 1 Oktober tahun ke-5 era Keichō) adalah daimyo zaman Azuchi Momoyama yang pernah menjabat salah satu anggota lima pelaksana pemerintahan (Go Bugyō) di masa pemerintahan Toyotomi. Ishida Mitsunari merupakan pemimpin kubu Pasukan Barat dalam Pertempuran Sekigahara.



Profil

Kisah tiga cangkir teh

Hashiba Hideyoshi yang sedang berada di provinsi Ōmi mampir ke kuil Kanon meminta minum karena haus. Pembantu pendeta memberi Hideyoshi secangkir teh dingin yang langsung diminum habis oleh Hideyoshi. Hideyoshi yang masih merasa haus meminta tambah lagi secangkir teh lagi. Cangkir kedua berisi teh hangat yang langsung diminum habis oleh Hideyoshi. Setelah cangkir teh kedua habis diminum, Hideyoshi masih meminta tambah secangkir teh lagi. Cangkir ketiga ternyata berisi teh yang sangat panas hingga membuat Hideyoshi kaget. Pembantu pendeta lalu menjelaskan bahwa cangkir teh pertama sebagai penghilang rasa haus, cangkir teh kedua untuk dinikmati perlahan-lahan, dan cangkir teh ketiga untuk lebih dinikmati perlahan-lahan lagi. Pembantu pendeta ini nantinya dikenal sebagai Ishida Mitsunari, tapi kisah ini berasal dari zaman Edo dan kemungkinan besar merupakan cerita karangan orang.

Pengagum putri bekas majikan

Setelah wafatnya, Ishida Mitsunari menjadi korban cerita yang menjelek-jelekkan dirinya yang dikarang sejarawan dari pemerintahan Keshogunan Tokugawa. Cerita yang banyak diketahui orang mengatakan Ishida Mitsunari jatuh cinta pada Yodo dono yang merupakan anak perempuan Azai Nagamasa walaupun tidak ada bukti istri Hideyoshi pernah berhubungan gelap dengan Mitsunari.

Cerita lain mengatakan Toyotomi Hideyori bukanlah putra Toyotomi Hideyoshi dengan Yodo dono, melainkan anak hubungan gelap Yodo dono dengan Mitsunari atau Ōno Harunaga. Cerita ini berasal dari pertengahan zaman Edo dan kemungkinan merupakan cerita hasil karangan orang.

Lukisan potret

Paling tidak ada 3 sampai 4 lukisan potret Ishida Mitsunari dan konon lukisan dibuat berdasarkan tengkorak kepala Mitsunari. Setelah badan dan kepala Ishida Mitsunari dipertontonkan di muka umum di Sanjōgawara, jasadnya dimakamkan di bagian kuil Daitokuji bernama Sangen-in yang dibangun Mitsunari sewaktu masih hidup. Ada juga cerita yang mengatakan pintu gerbang rumah kediaman Mitsunari di Fushimi dipindahkan ke kuil Sangen-in.

Setelah beristirahat lebih dari 300 tahun, makam Mitsunari di kuil Sangen-in digali kembali di tahun 1907 oleh peneliti sejarah bernama Watanabe Seiu dari Tokyo Imperial University untuk keperluan penulisan biografi. Adachi Buntarō dari bagian anatomi Universitas Tokyo melakukan penelitian atas sisa tulang dan memotret tengkorak kepala Ishida Mitsunari. Berdasarkan hasil penelitian, Mitsunari berperawakan sedang, bergigi tonggos dan sewaktu meninggal berusia sekitar 41 tahun.

Pada tahun 1976 dilakukan rekonstruksi wajah Ishida Mitsunari dengan menggunakan bahan gips atas permintaan fotografer bernama Ishida Takayuki yang merupakan keturunan Ishida Mitsunari. Rekonstruksi dilakukan oleh mantan kepala bagian sains Kepolisian Metropolitan Tokyo yang bernama Nagayasu Shūichi. Pada saat yang bersamaan juga diukur tinggi badan Mitsunari dan menurut hasil pengukuran Mitsunari mempunyai tinggi badan 156 cm. Pada bulan Maret 1980, pelukis Jepang bernama Maeda Mikio menggambar lukisan potret Ishida Mitsunari berdasarkan rekonstruksi dari gips dan pengarahan Ishida Tetsurō dari Universitas Kedokteran Kansai. Lukisan potret Ishida Mitsunari sekarang dipajang di menara utama Istana Osaka.

Cucu keturunan

Mitsunari dikaruniai 5 putri dan 2 orang putra (Ishida Shigeie dan Ishida Shigenari). Pada saat terjadi Pertempuran Sekigahara, Ishida Shigeie sedang berada di Istana Sasayama. Setelah mendengar berita kekalahan di Sekigahara, Shigeie yang menerima perintah dari kakeknya langsung melarikan diri bersembunyi di kuil Myōshinji dan menjadi biksu. Permohonan ampun atas nyawa Ishida Shigeie yang diajukan pendeta kuil Myōshinji ternyata dikabulkan Tokugawa Ieyasu. Selanjutnya, Ishida Shigeie menjadi biksu kepala generasi ke-3 di kuil Jushōin yang berada di dalam lingkungan kuil Myōshinji. Ishida Shigeie wafat di usia 104 tahun pada tahun 1686.

Ishida Shigenari sedang berada di Istana Osaka sebagai koshō (pembantu pria) untuk Toyotomi Hideyori. Atas petunjuk teman sesama koshō bernama Tsugaru Nobutake (putra pewaris Tsugaru Tamenobu), Shigenari melarikan diri ke wilayah han Hirosaki (Tsugaru). Pada tahun 1610, Shigenari wafat di usia 25 tahun walaupun ada cerita yang mengatakan Shigenari wafat di tahun 1641. Anak keturunan Shigenari menjadi menteri senior di han Hirosaki setelah mengganti nama keluarga menjadi Sugiyama.

Anak perempuan Mitsunari (masih satu ibu dengan Shigeie) yang bernama Putri Osa (Tatsuko) menikah dengan Tsugaru Nobuhira (adik dari penguasa wilayah han Hirosaki bernama Tsugaru Nobutake). Putri Osa kemudian menikah sekali lagi dengan Oka Shigemasa (penasehat untuk Gamō Tadasato dari wilayah han Aizu).

Kedudukannya Putri Osa diturunkan menjadi istri simpanan, setelah sang suami Tsugaru Nobutake mengambil Putri Mate sebagai istri sah. Putri Osa kemudian melahirkan Tsugaru Nobuyoshi yang nantinya menjadi penguasa han Mutsu generasi ke-3. Dengan Oka Shigemasa, Putri Osa melahirkan Ofuri no kata yang kemudian menjadi istri Tokugawa Iemitsu.

Ofuri no kata melahirkan Putri Chiyo yang nantinya menjadi istri sah Tokugawa Mitsutomo (generasi kedua penguasa han [[Owari] dan salah satu dari percabangan keluarga Tokugawa yang disebut Gosanke). Putri Chiyo juga melahirkan Tokugawa Tsunanari yang nantinya mempunyai putra bernama Tokugawa Yoshimichi, Tokugawa Tsugutomo dan Tokugawa Muneharu yang selalu bertentangan dengan Tokugawa Yoshimune. 
 
Berbicara Sakon Shima
Shima Tomoyuki, sering disebut Shima Sakon, adalah seorang samurai yang bekerja di bawah Tsutsui. Shima akhirnya meninggalkan pelayanan Tsutsui, dan akhirnya bergabung dengan Ishida Mitsunari di bawah panji Klan Uesugi. ia kemudian diperdagangkan aliansi dengan Takeda Shingen dalam siapa ia mempelajari cara strategi tersebut. Pada Pertempuran Sekigahara, Shima menjabat sebagai salah satu perwira tinggi peringkat Ishida, memerintah sebuah unit dari 1.000 pria yang kuat. Beberapa sumber menyarankan musketmen Shima memimpin dan bahwa posisinya telah meriam. Pada awal pertempuran, dia terluka oleh api dari tentara yang bekerja untuk Tokugawa Ieyasu, dan mungkin sekali memukul mundur. Tidak ada informasi untuk jika ia meninggal di lapangan atau melarikan diri, tetapi banyak sumber menyarankan ia meninggal karena luka-lukanya sesaat setelah itu. Tubuhnya tidak dipulihkan, menunjukkan ia mungkin telah lolos dari medan perang hidup dan mati di dekat Sekigahara, atau terus hidup sebagai ronin.


Shimazu Yoshihiro (21 Agustus 1535-Agustus 30, 1619) adalah anak kedua dari Shimazu Takahisa dan adik dari Shimazu Yoshihisa. Hal itu secara tradisional telah diyakini bahwa ia menjadi kepala ketujuh belas dari klan Shimazu setelah Yoshihisa, tetapi saat ini percaya bahwa ia membiarkan Yoshihisa mempertahankan posisinya.


Dia adalah seorang jenderal yang terampil dan kemenangan melawan klan Ito pada pertempuran Kigasakihara pada 1572 dihitung sebagai satu dari sekian banyak kemenangan. Dia berkontribusi besar terhadap penyatuan Kyushu. Pada 1587, menghadapi pasukan Toyotomi Hideyoshi yang berusaha untuk menenangkan Kyushu, Yoshihiro ditekan untuk perang bahkan setelah saudaranya dan kepala marga Yoshihisa menyerah. Setelah Yoshihisa berulang kali meminta menyerah, Yoshihiro akhirnya tidak menyerah. Setelah Yoshihisa menjadi biksu, ia telah percaya bahwa ia menjadi kepala klan namun kekuasaan yang sesungguhnya tetap berada di tangan Yoshihisa's.
Ia telah menjadi seorang jenderal bersedia dan terampil untuk Hideyoshi. Di kedua 1592 dan 1597 Tahun Tujuh-Perang, Yoshihiro menginjakkan kaki nya di semenanjung Korea dan berhasil melakukan serangkaian pertempuran. Pada 1597, bekerja sama dengan Todo Takatora, Yoshiaki Kato dan Konishi Yukinaga, Yoshihiro mengalahkan angkatan laut Won Kyun, menewaskan komandan Won Kyun dalam pertempuran. Pada pertempuran Sacheon pada 1598, menghadapi tentara Ming menghitung 37.000, Yoshihiro mengalahkan mereka dengan hanya 7.000 tentara dan menewaskan beberapa ribu dalam pertempuran. Shimazu Yoshihiro pasukan di bawah disebut "Oni-Shimazu (harafiah terjemahan-Shimazu setan atau raksasa Shimazu)" oleh Ming. Pada pertempuran terakhir perang, Pertempuran Noryang, armada Yoshihiro terhadap 500 kapal benar-benar diarahkan oleh Chosun gabungan / angkatan laut Ming di bawah Yi Sun-Sin dan Chen Lin. Pada akhir pertempuran, 200 dari 500 kapal Jepang tenggelam oleh armada gabungan 80 60 kapal Korea dan Cina, sehingga di salah satu Yoshihiro kerugian terbesar dalam kampanye Korea.
Untuk Pertempuran Sekigahara pada 1600, Yoshihiro seharusnya mengambil sisi dari Tokugawa Ieyasu, tapi ia menghancurkan melawan Torii Mototada pada tiba untuk penyelamatan di Fushimi Castle dan setelah dipermalukan, mengambil sisi Ishida Mitsunari gantinya. Namun Yoshihiro tidak dapat bergaul dengan Mitsunari juga, yang tidak mendengarkan apapun rencana Yoshihiro's termasuk serangan kejutan malam pada hari sebelum pertempuran yang sebenarnya. Pada hari pertempuran, Yoshihiro dan pasukannya dari 1500 tanah hanya dimiliki dan tidak melawan sama sekali. Setelah sisa sisi Mitsunari adalah dihapuskan, Yoshihiro terdampar dalam setidaknya 30.000 dari pasukan Ieyasu. Sangat kalah jumlah, Yoshihiro mencoba untuk membuat tuduhan terhadap Ieyasu sendiri tapi setelah Shimazu Toyohisa menuntut agar ia tidak bunuh diri selama pertempuran berarti, Yoshihiro malah memilih untuk mengisi langsung melalui pasukan Ieyasu untuk membuat pintu keluar di sisi lain. Dengan memiliki pasukannya membuat retret pertempuran disebut Sutegamari mana sampai sejumlah orang mati memegang posisi dan memukul mundur serangan, tubuh utama pasukan bertempur juga. Toyohisa dan sebagian besar pasukan mati, namun tuduhan itu dan retret sukses dan terluka parah Ii Naomasa. Setelah memukul kembali mengejar, ia mengambil istrinya di Sumiyoshi dari Provinsi Settsu dan kembali ke Provinsi Satsuma kapal.
Setelah menyadari mengapa dan bagaimana Yoshihiro berperilaku di medan perang, Ieyasu telah klan Shimazu mempertahankan domain dan membiarkan anak Shimazu Yoshihiro's Tadatsune menggantikannya. Yoshihiro pensiun untuk Sakurajima dan mengambil mengajar generasi muda. Ia meninggal pada 1619 dan beberapa pengikutnya yang telah berjuang bersama dia mengikutinya dengan cara bunuh diri.
Yoshihiro adalah penting untuk klan Shimazu dan kedua Ieyasu dan Hideyoshi mencoba untuk membagi klan dengan memperlakukan Yoshihiro dengan baik, tetapi memperlakukan kakak Yoshihisa buruk, yang tidak berhasil. Dia adalah seorang Buddha yang setia, dan membangun sebuah monumen untuk pasukan musuh selama Perang Tujuh Tahun.


Berbicara Ginchiyo Tachibana
Tachibana Ginchiyo (Tachibana Ginchiyo?) (September 23, 1569-November 30, 1602) adalah kepala dari klan Jepang Tachibana selama Periode Sengoku dari abad ke-16. Ginchiyo adalah putri Tachibana Dosetsu, pengikut dari Otomo (yang saingan klan Shimazu pada saat itu). Karena kenyataan bahwa Dosetsu tidak punya anak laki-laki, ia meminta agar dilakukan Ginchiyo kepala keluarga setelah kematiannya. Setelah sekitar lima tahun, Ginchiyo menikah dengan Tachibana Muneshige, yang diusung di atas garis keluarga Dōsetsu's.


Talking Nene & Nou-Hime

Istri dari Toyotomi Hideyoshi dan Oda Nobunaga....... Sedikit terlewatkan

Nene

Nene (1546-1624) was an aristocratic lady during the Sengoku and Edo periods of Japanese history known for her beauty, intelligence, and marriage to Toyotomi Hideyoshi.



She was born in about 1546, the daughter of Sugihara Sadatoshi. In about 1561, she married Toyotomi Hideyoshi, a man who would later become one of the three great unifiers of Japan. Nene was one of his favorite wives. It was a successful marriage, despite it being arranged and the fact that the couple were childless. In 1585, after Hideyoshi appinted to the post of Kampaku, Nene took on the title of "Kita no mandokoro", by which she is most commonly known by in English.

As the wife of Hideyoshi, Nene is most famous for being one of his closest aides and confidantes. Because she was the daughter of a samurai, she had many familial connections that netted Hideyoshi several retainers. Among these retainers were Sugihara Ietsugu (Nene's uncle), Kinoshita Iesada (Nene's brother), and Asano Nagamasa (Nene's brother-in-law). The last of these characters would serve as an important official in Hideyoshi's later administration.

Although Nene did not produce any children for Hideyoshi, she was known to have been an intelligent woman who, at times, advised Hideyoshi on matters of governance by sending him letters. When Hideyoshi gained a large fief in Ōmi Province following the defeat of the Azai and Asakura clans, he exempted the residents living in his headquarters at Nagahama from paying taxes, but afterwards reneged on giving his citizens special tax privileges. Nene, however, protested Hideyoshi's second decision and, as a result, Hideyoshi later repealed it and extended tax benefits to his civilians again. On other occasions, Nene probably gave Hideyoshi advice on civil affairs as well. It is also recorded that Hideyoshi frequently wrote letters to Nene to tell her about how his campaigns were going. Hideyoshi did this after his invasion of Sassa Narimasa's territory in Japan's Hokuriku region and after his campaign against the Shimazu clan, and probably during other times in his career.

When Hideyoshi unified Japan, Nene often went with him to attend parties. Nene was courteous and respectful to her guests on every occasion. and when the Emperor of Japan, Go-Yozei, came to Hideyoshi's Kyotite mansion with his entourage in 1588, Nene freely distributed a plethora of gifts to Hideyoshi's visitors. Nene worried about Hideyoshi often when he was on his deathbed. Eventually, as Hideyoshi was on his last throes, she even petitioned the Imperial Court to sponsor a sacred dance ritual to pray for and expedite Hideyoshi's recovery.

Though adored, Nene often found herself competing with other women for Hideyoshi's attention. In a letter to Nene, Oda Nobunaga also noted that Hideyoshi was somewhat dissatisfied with Nene. Whilst the love between Nene and Hideyoshi was probably reciprocal, Hideyoshi still took up several concubines for himself because Nene could not bear for him any children.

There are rumors (albeit unconfirmed) that during the Sekigahara campaign, Nene had taken a pro-Tokugawa stance. Other rumors say that before she was married to Hideyoshi, Maeda Toshiie, an Oda and Toyotomi vassal, used to have a crush on her.

After Hideyoshi died in 1598, Nene decided to become a nun. She took the name Kōdai-in Kōdai-in?) and established a Buddhist temple, Kōdai-ji in Kyoto, to which she moved. It became the burial area for her husband, his mother, and later Toyotomi Hideyori. During the contest between Toyotomi Hideyori and Tokugawa Ieyasu for supremacy, Nene took the side of Ieyasu.

No-hime

Nōhime also Kichō or Lady/Princess Noh, was the wife of Oda Nobunaga, a major daimyo during the Sengoku period of Japanese history. Her proper name was Kichō, but since she came from Mino Province, she is most commonly referred to as Nōhime (Princess of Mino). She was renowned for her beauty and cleverness.



Nōhime's father was the daimyo Saitō Dōsan and her mother was known as Omi no Kata. Nōhime herself appears very little in any historical record, and there is not a lot of information on the dates of her birth or death; however, proposed dates for her birth fall between 1533–1535.

Legends and speculation

It was alleged that Nōhime was acting as a spy, or even assassin, for her father; at that time it was not an uncommon practice for a wife to relay information to her maiden family. Given Nobunaga's reputation at the time as the unruly "Fool of Owari" (Owari no Utsuke), it was also not impossible for Dōsan to want Nōhime to assassinate him as she was skilled in both the sword and a selection of martial arts.

As for her alleged role as a spy, there is a popular story where Nobunaga purposely gave Nōhime false information regarding a conspiracy between two of her father's head servants and their plans to betray the Saitō. Her father had both the men executed and thus weakened himself by eliminating those loyal to him.

In 1556, Dōsan, Nōhime's father, was killed in a coup in Mino Province. This detracted much from Nōhime's worth as a wife. Her inability to conceive and her supposed spying were held against her.

After the Incident at Honnō-ji which claimed the lives of Nobunaga and Nobutada, it was uncertain where Nōhime went. Some speculate that she died at Honnō-ji, but the woman alleged to be Nōhime was more often believed to be a dormant prostitute who Nobunaga Oda had taken a liking to . Nevertheless, after the incident, Nobunaga's wives and female servants were all sent to Azuchi Castle, which was Nobunaga's castle of residence. Among the women was a Lady Azuchi (Azuchi dono), who was taken in by Oda Nobukatsu. This Lady Azuchi is widely believed to have been Nōhime in disguise as she soon after disappeared from Azuchi Castle in the night.

Afterwards, it was often rumoured that she had attempted to raise her father's clan in Mino under her name. But this rumour also says that Nōhime had been killed by an assassin sent by the Akechi who had been tracking her down since her escape from Honnō-ji. 
 
Berbicara Katsuie ShibataShibata Katsuie (1522-14 Juni 1583) atau Gonroku adalah seorang komandan militer Jepang selama Periode Sengoku yang melayani Oda Nobunaga.


Katsuie dilahirkan di keluarga Shibata, cabang kadet dari klan Shiba (yang turun dari klan Ashikaga, dan merupakan mantan suzerains marga Oda). Perhatikan perbedaan antara Shibata, Shiba, dan klan Shibata dari Echigo, (Shibata klan dari Echigo).
Dia awalnya didukung Nobukatsu Oda (Oda Nobuyuki), yang merupakan saudara muda Nobunaga, karena ia pengikut-Nya. Pada 1556, ia meluncurkan kudeta terhadap Nobunaga tetapi setelah kerugian pada Pertempuran Ino, ia menarik dukungan dan bekerja dibawah Nobunaga. Perubahan jantung, dibawa oleh Nobunaga menjalankan saudaranya dan hemat dia, akan mendapatkan pujian dari Nobunaga dan tangan adiknya, Oichi, dalam perkawinan. Pada tahun 1564, bagaimanapun, Oichi menikah dengan Azai Nagamasa, yang akan berakhir menghadap off melawan koalisi / gabungan Oda Anegawa Tokugawa di tahun 1570 (yang ia, bersama dengan sekutunya Asakura, akan kehilangan). Pertempuran kedua, di Odani Castle pada tahun 1573, melihat Nagamasa, dan akhirnya terisolasi setelah Asakura yang diarahkan dalam penyergapan, menyadari akhirnya adalah kesimpulan yang hilang, ia menyuruh Oichi dan 3 anak perempuan mereka keluar dan bunuh diri bersama dengan anaknya. Katsuie tidak hadir pada Anegawa, sebagaimana ia telah terkepung di Chokoji Castle oleh 4000 tentara Rokkakku. Dia akhirnya menang melalui serangan semuanya-yang mengilhami Rokkakku mundur; ini, bersama dengan serangkaian kemenangan brilian, diperoleh dia terkenal sebagai "Oni Shibata".
Pada 1575, setelah mendapatkan kontrol Echizen, ia mendapatkan benteng dari Kitanosho Castle (Hokujō) dan diperintahkan untuk menaklukkan wilayah Hokuriku. Setelah mengendalikan Kaga dan Noto, ia mulai kampanye melawan Etchû Provinsi tahun 1581. Pada tahun 1582, Nobunaga dibunuh di Honno-ji tetapi dalam Pengepungan Matsukura dan menghadapi tentara Uesugi itu, Katsuie tidak dapat kembali.
Dalam pertemuan di Kiyosu untuk menentukan penerus Nobunaga, dia mendukung Oda Nobutaka, anak ketiga, untuk siapa Katsuie telah melakukan ritual genpuku. Ia bersekutu dengan Oda Nobutaka dan Takigawa Kazumasa untuk berperang Hideyoshi. Namun, domain-nya akan ditutup pada musim dingin oleh hujan salju dan ini terbatas kemampuannya. Kedua sekutunya dikalahkan sementara Katsuie berjuang hujan salju dan Uesugi. kekuatan-Nya, di bawah kepemimpinan Sakuma Morimasa, mengepung Nakagawa Kiyohide di Shizugatake dalam bergerak untuk mengubah gelombang peluncuran pertempuran Shizugatake. Sakuma mengabaikan perintah Shibata untuk hanya menguji pertahanan musuh dan dihancurkan oleh pasukan kembali Toyotomi Hideyoshi. Dia mundur ke Kitanosho benteng tetapi dengan tentara hancur, Katsuie tidak memiliki pilihan kecuali untuk menyerah. seppuku Katsuie berkomitmen dan membakar ke benteng. Dia memohon Oichi untuk mengambil anak perempuan mereka dan pergi, tapi dia memutuskan untuk mengikuti kematiannya, sementara membiarkan anak-anaknya melarikan diri. Ironisnya, Katsuie tidak banyak mengangkat tombak pribadi selama pertempuran.
puisi kematian-Nya adalah:
Natsu no yo noyumeji hakanakiato tidak na woageyo ni kumoiyamahototogisu
"Sekilas jalan mimpi, di malam musim gugur burung hai gunung!, Membawa nama saya melampaui awan."


Talking Mori Ranmaru

Mori Ranmaru

A. Sejarah
Mori Ranmaru (1565 - 21 Juni 1582), lahir di Mori Nagamasa. Mori ranmaru adalah anak dari Mori Yoshinari. Sejak kecil Ranmaru telah disukai oleh Oda Nobunaga karena loyalitas dan kepintarannya. karena kepintarannya dia diberi 500 koku oleh Oda, setelah kematian Takeda Katsuyori dia diberi hadiah 50000 koku di Iwamura Castle. Ranmaru dan Saudara laki-lakinya menjaga Oda ketika terjadi kerusuhan di Honno-ji. Dia dan Oda melakukan seppuku ketika tertangkap. Ranmaru memiliki wajah yang tampan dan tampak seperti wanita karena terkesan feminim.

Bahkan yang bisa memahami Oda hanya Mori Ranmaru, sampai ada yang menggatakan kalau mau selamat dari kemarahan Oda bersembunyilah di belakang Toyotomi Hideyoshi atau Mori Ranmaru

 
 
 
itu dia Gan dan masih banyak lohh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Look

Lampirkan Chat Loe disini Bro


ShoutMix chat widget